Jumat, 11 September 2015

Perempuan itu Harus Tetap di Rumah ?

Tadi pagi, ada seorang teman yang bercerita tentang dirinya yang dikirimi dengan nasihat bahwa perempuan harus di rumah. Rasanya banyak orang yang menganggap bahwa perempuan adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya. Ia tidak bertanggung jawab terhadap nafkah keluarganya. Maka dia lebih baik di rumah sesuai dengan kodratnya.


Jangan hanya melihat dari satu sisi, lihatlah sisi baiknya ketika perempuan memilih untuk bekerja di luar rumah. Tidak bermaksud menyalakan, namun saya akan mengajak berfikir bahwa perempuan bekerja pun tidak salah.

Tidak ada perbedaan

وَقُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ

Dan katakanlah : Bekerjalah kamu, maka Allah akan melihat pekerjaanmu, begitu juga Rasul-Nya dan orang - orang mukmin...” (QS. At-Taubah:105).
Allah tidak membeda - bedakan laki - laki dan perempuan untuk bekerja. Dari ayat diatas, setiap laki - laki dan perempuan diperbolehkan untuk bekerja. Sebagian mengartikan itu adalah perbuatan aman, pekerjaan amal. Niatkanlah bekerja hanya untuk ridho dan rahmat Allah. Bukankah pekerjaan tersebut akan menjadi amal??.

Tahu kah kalian bahwa instansi - instansi yang menyediakan pekerjaan, kebanyakan posisi strategisnya dipegang oleh orang - orang yang tidak perduli dengan agamamu, atau bahkan lebih parah lagi mereka adalah musuh agamamu. Semakin lama mereka akan semakin mempersulit ibadah - ibadah orang orang muslim di dalamnya. Bayangkan ketika kita masuk ke instansi tersebut dan kita bisa berdakwah, kalau bisa kita yang menempati posisi strategis tersebut, hingga sistem di dalamnya berjalan lebih islami.

Masalah selanjutnya laki - laki mestinya akan sulit mendekati dan berdakwah pada lawan jenisnya. Bukankah lebih mudah jika kita yang berdakwah? Sesama perempuan justru akan lebih mudah dekat, dari sana banyak sekali ladang dakwah yang sering orang abaikan.

Perempuan tidak boleh keluar rumah?

وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلاَ تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الجَاهِلِيَّةِ الأُولَى

“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang - orang jahiliyah... ” (Q.S. Al-Ahzab: 33)

Terjemah dari ayat di atas belum menjadi kesepakatan utuh semua ulama, karena justru sebagian ulama lainnya dalam hal ini lebih berpegang kaidah sebaliknya; al-ibrotu bikhusus as-sabab la biumum al-lafzh; bahwa sebab yang khusus harus lebih diambil ketimbang keumuman lafazh. Namun diluar itu semua para ulama menyepakati bahwa perintah untuk berdiam diri di rumah itu bukan harga mati tanpa adanya pengecualian. Karena potongan ayat berikutnya memberikan kepada kita isyarat bahwa bahwa istri-istri nabi dan perempuan lainnya pun boleh keluar rumah. Buktinya istri - istri nabi dan para sahabat ada yang keluar untuk berdagang bahkan ada yang ikut berperang.

وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى

“dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu”

Hal tersebut tidak mutlak melainkan Allah memberikan syarat jika perempuan keluar rumah, maka mereka harus menjaga diri dengan tidak berhias dan bertingkah laku seperti orang - orang jahiliyah.

Kata tabarruj yang dimaksud adalah berhias yang berlebihan di luar rumah. Jika para perempuan itu berhias didalam rumah untuk suaminya, bahkan berlebihan sekalipun masih dibolehkan. Llau mekai wewangian berlebihan ketika di luar rumah. Wanita dilarang untuk mekai wewangian berlebihan sehingga ketika ia berjalan tercium wanginya. Tetapi jika dilakukan dirumah itu diperbolehkan. Jadi dari potongan ayat ini bisa kita pahami bahwa berdiam diri di rumah itu bukan tanpa pengecualian, namun ternyata para perempuan itu boleh keluar dari rumahnya jika ada kebutuhan yang penting dan keluar rumahnya dengan memperhatikan adab - adab keluar rumah, dan ini yang diungkap oleh ulama-ulama tafsir kita dalam banyak kitab mereka.

Apalagi sekarang ini kaum perempuan harus siap keluar rumah untuk kebutuhan pendidikan mereka, dan ini dinilai menjadi kebutuhan yang paling penting yang harus diusahakan tercapai, bahwa kaum perempuan harus cerdas dan berilmu pengetahuan. Bukankah kita sebagai perempuan dituntut harus cerdas dan berpendidikan untuk menjadi madrasah bagi anak - anak kita?.

Kodrat perempuan adalah menjadi ibu rumah tangga

Tidak ada yang menyangkal bahwa perempuan mempunyai tanggung jawab pada anak - anak dan suaminya. Tugas yang berada dipundaknya tidak lain adalah menjadi madrasah pertama bagi anak - anaknya dan tidak menitipkannya pada seorang assistant rumah tangga. Menghidupkan rumah dengan keceriaan, kasih sayang dan mengatur segala keperluan di rumahnya.

Dewasa ini sudah banyak cara untuk memecahkan persoalan ini. Walau para perempuan terpaksa meminta bantuan kepada assistant rumah tangga, tetap anak menjadi prioritas utama bagi ibu, tidak menyerahkannya kepada orang lain. Bahkan saya mempunyai beberapa kisah dimana working mom masih bisa mengurus semuanya sendiri tanpa bantuan siapapun.

Bisa kan bekerja namun tetap di rumah?

Jawabnya, ya sangat bisa. Tapi ini adalah sebuah pilihan bagi seseorang. Bahkan Allah sudah mengatakannya di surah Al isra ayat 84.

قُلْ كُلٌّ يَعْمَلُ عَلَىٰ شَاكِلَتِهِ فَرَبُّكُمْ أَعْلَمُ بِمَنْ هُوَ أَهْدَىٰ سَبِيلًا

Katakanlah: "Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-masing". Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya. (QS. Al -Isra :84)

Tidak semua orang Allah berikan kelebihan untuk pandai berdagang. Tidak semua orang Allah berikan kelebihan untuk dapat mengajar dan menjadi ustadzah di pengajian pengajian. Allah menurunkan potensi yang berbeda - beda pada makhluknya. Dan dari ayat diatas, kita diperintahkan untuk berbuat sesuai dengan keadaannya masing - masing. Ketika kita mempunyai keadaan dimana potensi kita hanya bekerja di luar rumah, salahkah kita tetap berikhtiar? bukankah bekerja di kantor pun tetap di katakan ikhtiar?

Maka Allah pun tidak pernah melarang ikhtiar apapun dari seorang hambanya. :)

Kamis, 10 September 2015

The Door is Still Closed

Pindah dari zona nyaman adalah pilihan. Aku kita kepindahanku ini akan mengantarkanku pada lingkungan yang dapat bersahabat denganku. Nyatanya tidak, zona nyaman yang dulu ada, hanya menjadi bayang-bayang dimana aku bertanya pada diriku. Apa yang salah denganku?

Dulu aku berada diatara orang - orang yang menurutku tidak open mind. Dulu aku memilih mundur dan hanya berinteraksi seperlunya. Aku ingin kondisi yang ideal. Dimana semua orang berteman dan bersosialisasi tanpa melihat suku dan agama. Tanpa harus ada yang merasa tersingkirkan ketika mereka dirasa berbeda. Padahal perbedaan itu yang bisa membuat kita kaya akan rasa, kaya akan ide, kaya akan pelajaran hidup yang dapat diambil. Namun, kenyataan berbeda, nyatanya perbedaan hanya menjadi alasan mengapa ada orang - orang yang tersingkir atau memilih menyingkir.


Hari ini, aku berdiri ditempat yang sunyi. Bukan karena tak ada satu orang pun, tapi karena aku berbeda. Aku berharap hijrahku menjanjikan lingkungan yang lebih baik. Namun aku salah. Lagi - lagi aku berada di tengah orang - orang yang tidak open mind. Atau aku yang tak bisa membawa diri untuk bergaul? Rasanya tidak. Aku memiliki banyak teman teman di luar ruangan ini. Tapi di ruangan ini aku merasa sendiri.

Aku tak lagi seperti dulu, aku tak lagi menyingkir. Aku berusaha keras untuk bisa berdiri diantara mereka. Tapi aku merasa gagal. Aku merasa sendiri tanpa tempat berlindung. Aku berusaha berinteraksi dengan normal, nyatanya sering kali tak dianggap. Apa yang salah? apa karna aku bodoh dan banyak bertanya? bukan kah kita sama sama dalam ketidak tahuan? atau karna aku tidak seberuntung kalian yang bisa membeli apa yang kalian mau? ah ya aku memang tak bisa mengikuti gaya hidup kalian. Aku tida bisa. Tapi aku disini, mengetuk pintu yang tak pernah terbuka untukku.

Namun, Pintu itu tetap tertutup.

Rabu, 09 September 2015

Hidup Itu Selalu tentang Kotak - Kotak

Aku melangkah masuk menuju ruangan yang tidak banyak orang disana, yang aku tahu ruangan itu masih satu bagian, masih satu tubuh dengan gedung ini. aku mulai mengoprasikan satu komputer yang biasa digunakan pemantauan, bukan bagianku memang.

Aku : Permisi mba, aku pinjam ya mba, mau ngambil data.
Apa yang seharusnya ia katakan ketika bagian dari tubuhu meminta bantuan?

Dia : Lho.. kamu bukannya bagian itu ya, bukan disini kan?

Aku : Saya sebagian disini koq mba.

Dia : Oh gituuu

Jadi seandainya saya bukan bagiannya, saya tidak boleh menggunakan komputer dan mengambil data? rasanya ini sudah memasuki tahun 2015. Tetapi masih aja ada orang - orang yang berfikir terkotak - kotak. Walau kita satu tubuh, kamu namanya tetap kaki, kamu tangan, kamu kepala. Tidak kah pernah berfikir bahwa kita satu tubuh. Kita bergerak, kita hidup dengan porsi yang lengkap, tapi justru kita yang mengkotak - kotakannya.

Layaknya manusia, ketika kita berjalan, ada yang melangkah yaitu kaki, ada yang melihat jalan yaitu mata, ada yang berfikir tujuan kita kemana yaitu otak. Kita berjalan beriringan karena kita satu tubuh, seharusnya kita bekerja sama. Lagi - lagi tentang ego, lagi - lagi tentang pengkotak - kotakan. Padahal tujuan kita sama, padahal kita berada di tubuh yang sama, apa salahnya saling membantu? apa salahnya belajar peduli? apa salahnya sama - sama beriringan menuju tujuan tersebut. Bukankah akan lebih mudah apabila kita bekerja sama? Bukankan akan lebih cepat untuk mencapai tujuan ketika kita bersama?

Kadang pengkotak - otakan hanya akan mebuat pikiranmu menjadi sempit. Kadang pengkotak kotakan hanya akan menjadikanmu egois dan tidak berempati. Kadang tujuan ita hanya akan menjadi sebuah impian dengan kotak - kotak tersebut. Anehnya kamu bukan intropeksi malah sibuk menyalahkan.
Ya.. kadang kemajuan teknologi tidak berbanding lurus dengan kemajuan kepribadian kita. Kadang tingginya jenjang pendidikan kita tidak berbanding lurus dengan pola pikir kita.
Sekali lagi berfikir, siapa yang salah? Aku, Mereka, atau Sistem?


Senin, 07 September 2015

Ego is... Salah siapa?

Egois itu.. mementingkan dirinya sendiri. Semua yang ada di sekitarnya harus memuji dirinya tanpa terkecuali. Dia harus menjadi pusat perhatian dimanapun kapanpun dan bagaimanapun caranya. Atau kalian punya definisi sendiri? rasanya definisi itu tak akan jauh jauh dari yang saya kemukakan bukan?


Mungkin kita berasal dari latar belakang yang berbeda, pola pikir berbeda, bentukan lingkungan yang berbeda dan pola didik orang tua yang berbeda. Namun, seharusnya dengan bertambahnya umur bertambah pula kedewasaan kita. Termasuk tingkat emosional kita yang bisa mengendalikan perasaan kita, terutama egois. Umur tak lagi muda tapi terkadang sifat kekanak-kanakan baru saja muncul, atau egois sudah tak lagi pada tempatnya.

Ceritanya, aku dan teman - teman mengikuti diklat Prajabatan di salah satu instansi yang menyediakan layanan pusdiklat di Jakarta. Dengan demikian, kalian pun akan berfikir bahwa kami akan membawa nama baik instansi tempat kami bekerja, bukan lagi nama kami pribadi. Sekarang kami harusnya dapat bekerja sama dan menjaga nama baik instansi tempat kami bernaung, bukan lagi sendiri, bukan lagi tentang "aku", siapa yang terbaik atau siapa yang terburuk.

Ada seorang teman, sama-sama sudah dewasa, sama-sama sudah bukan anak kecil lagi. Ketika ia mendapatkan informasi, ia simpan rapat-rapat untuk dirinya sendiri. Ketika dia mempunyai bahan pelajaran yang disampaikan di kelas, dia hanya menyimpan untuk dirinya sendiri, sering berpura-pura belum selesai mengerjakan tugas, dengan harapan teman yang lainnya santai tidak mengerjakan. Dan ketika itu terjadi dia akan berteriak, "aku udah dong" sambil cari perhatian ke widyaiswara (dosen). Hellowww ade yang.. ehem cantik (boong dikit), ini bukan kampus, ini bukan sekolahan dimana kamu menunjukkan eksistensimu dengan cara yang kekanak-kanakan. Kita disini berdiri bersama-sama diinstansi dan membawa nama baiknya di pundak kita. Helloww ade yang cantik, kamu ingin menjadi terbaik namun ada yang terburuk di instansi yang sama, apakah kamu tidak malu? Tahu kah kamu, karna cerita tersebut, namamu sudah tak sebaik dulu lagi? kamu punya teman tetapi tidak akan mempunyai teman baik, teman akrab yang betah disisimu berpuluh puluh tahun.


Ini adalah contoh bahwa egois hanya akan mengantarkanmu bukan pada kesuksesan dan keakuan yang kita harapkan. Namun egois akan membawamu kepada titik nol, titik dimana kamu hanya akan menjadi manusia individu penjilat, bukan manusia sosial. Nilai-nilai pancasila yang ditanamkan sudah menjadi bias, bahkan hanya beberapa jam bahkan menit setelah keluar dari kelas diklat prajabatan. Ego hanya kebodohan yang kita sombongkan, ego hanya perasaan ketidakmampuan yang ingin diakui dunia, ego hanya perasaan kesepian yang ingin kita tutupi.

Sebenarnya sifat egois dibentuk sejak kita kecil lalu diasah disetiap jenjang pendidikan, semua tentang angka, semua tentang siapa terbaik, semua tentang kecerdasan yang hanya dilihat dalam selembar berisikan angka-angka. Lalu, apakah yang sudah kita lupakan? ya, agama, moral dan budi pekerti.