Minggu, 26 Desember 2010

Assumtions

Asumsi? Apa sebenarnya arti asumsi?
Banyak sekali pengertian asumsi yang beredar, dan mungkin hampir setiap blog yang saya kunjungi memberikan pengertian yang berbeda.

Mungkin benar asumsi merupakan awal dari pengetahuan, tidak sedikit para pakar pada ilmu di bidangnya mengawali sebuah teori pengetahuan dan sebuah penemuan dari asumsi-asumsi mereka.
Asumsi adalah suatu kesimpulan sementara atau perkiraan yang dijadikan landasan berfikir karena dianggap benar. Berbeda dengan hipotesis dimana perkiraan atau kesimpulan sementara tersebut berasal dari data-data yang telah dikumpulkan. Asumsi di simpulkan berdasarkan pengalaman, pemikiran atau logika individu.

http://gamereaver.files.wordpress.com/2007/11/assume1.jpg

Mungkin terkadang kita berada pada keadaan dimana kita mengambil keputusan pada saat informasi tidak lengkap, bahkan terjadi ketidak mengertian terhadap masalah yang di hadapi. Ketidakadaan informasi lengkap ini seringg kali kita tutupi dengan asumsi. Pada dasarnya asumsi tidak salah, namun asumsi seharusnya di jadikan titik awal pencarian data atas masalah yang di hadapi, kenyataannya kita sering menjadikan asumsi menjadikan hukum yang dipercaya benar, dan tak jarang menularkan asumsi kita pada orang lain.
mempengaruhi orang lain dengan asumsi, saya kira hal ini bukan bentuk kebebasan berpendapat yang dianut demokrasi. Dan asumsi bukan menjadi ajang pembenaran suatu opini, yang masih dipertanyakan kebenarannya.

Asumsi bukan berarti hipotesis ataupun ekspektasi. Asumsi hanya akan memberikan jarak antara kita dan masalah tersebut.
Asumsi mempunyai bobot yang berbeda dengan ekspektasi dan hipotesis bukan?

Senin, 20 Desember 2010

Siluet Jingga

Melihat siluet dengan semburat bayangan penuh kegamangan, andai aku dapat menyentuhnya dan meneduhkan semburat-semburat itu. Mendekatkan hati yang mulai menjauh dan terasa begitu bersebrangan.

Menatap langit dan menggenggam kotak yang telah lama tertutup rapat.
Ah ya.. aku hanya ingin mempersilakan membukanya perlahan dan merasakan siluet yang ku rindukan telah hadir, merangkulku dalam dunianya yang penuh dengan jingganya siluet mentari fajar nan hangat.

Berupaya meletakkan kunci kotak kacaku perlahan, berharap siluet itu merasakan maksudku dan membuka kotak kaca yang masih tertutup rapat. Aku menunggu.
Aku tahu kuncinya sudah tak lagi berfungsi dengan semestinya. ah ya.. semoga saja kau dapat membukanya dengan sabar.

Dan kau pun memaksakan diri untuk membukanya, memecahkan kotak itu menjadi serpihan serpihan bintang bertebaran, menjadi serpihan dan terombang ambing dalam gelombang hari. Kini kotak itu tak akan pernah terbuka lagi.
Namun Siluet itu akan tetap menjadi siluet yang membawa dunia hangat penuh jingga mentari fajar, walau tak ada lagi kotak kaca itu untuknya.

dan kini hanya berusaha tetap menapaki jejak di bumiku.

Sabtu, 18 Desember 2010

Relativitas dan Perspektif

Masih ingat dengan teori relativitas? sebuah teori yang di kemukakan oleh mbah Einstein dalam sebuah tulisannya pada tahun 1905 "tentang elektrodinamika bergerak".
Sebuah teori yang mengemukakan bahwa benda di katakan bergerak jika acuannya lembam. Ya seperti jika kita naik bus yang bergerak terhadap halte yang baru saja di lewati, namun kita tidak dapat dikatakan bergerak terhadap bus tersebut. Hal ini dikarenakan kita bergerak dengan acuan yang sama-sama melakukan gerak dengan kita.

ah ya.. saya tidak akan berlama-lama berbicara tentang teori relativitasnya mbah Einstein.
Tapi apakah kita sadar? sebenarnya teori tersebut berlaku dalam kehidupan kita. Sebagai contoh kecil yang sering saya dengar, misalkan kita sedang menunggu seseorang atau sesuatu selama satu jam, itu waktu yang sangat lama. namun apabila kita menghabiskan waktu satu jam tersebut dengan berjalan-jalan, waktu tersebut terasa sangat singkat sekali bukan?

Dan ternyata deperti itulah pikiran kita, dalam hal apapun kita selalu relativ terhadap memori yang telah terekam dengan baik di otak kita, semua akan relativ terhadap pemahaman dan pengalaman kita.
Maka tidak jarang bukan? jika kita merasa heran mengapa seorang teman hanya karena hal kecil (menurut kita), ia sudah menangis tersedu-sedu. Atau terkadang kita merasa orang yang paling terpuruk di dunia ini. Terlepas dari itu semua, kita harus percaya bahwa Allah tidak akan pernah memberikan cobaan diluar kemampuan hambaNya.

Pikiran kita yang selalu relativ terhadap pemahaman dan pengalaman kita membuat kita melakukan perubahan terhadap diri kita menuju sesuatu yang lebih baik (menurut kita).
Perubahan terjadi seiring pemahaman yang berkembang pula bukan? pemahaman yang berkembang tersebut berasal dari ke konstanan manusia terhadap pikiran dan pemahamannya. Dengan begitu sebenarnya kita sebagai manusia tidak pernah berubah, karena kita selalu konstan terhadap pikiran, pemahaman dan pengalaman kita.

Mari kita pikirkan sejenak.
Kita seharusnya absolut terhadap teori logika universal bukan? yang tak hanya mengedepankan pemikiran pribadi.
Lebih objektif terhadap semua yang berada di sekitar kita, terhadap perbedaan, terhadap perubahan yang secara tidak langsung mengajarkanmu adaptasi.

Teori Relativitas mengajarkan kita bahwa sesuatu selalu dapat di pandang dari perspektif yang berbeda-beda.

Jumat, 17 Desember 2010

Tulisan adalah Pengetahuan

Tidak banyak orang yang suka berbagi, lebih sedikit pula orang yang mampu eksis untuk senantiasa berbagi. Paling sedikit adalah berbagi hal yang abadi yaitu pengalaman. Namun lewat menulis, kita dapat melakukan itu semua. Percaya atau tidak menulis adalah bentuk berbagi yang paling luas.


Tulisan adalah penemuan yang paling mutakhir, karena tulisan adalah bentuk ekspresi yang paling bertahan lama sepanjang sejarah. Sejak zaman belum adanya alat tulis seperti kertas, terlebih lagi sebelum adanya gadget yang menunjang untuk menulis, manusia pada zaman itu tetap menulis dengan caranya.

Kemutakhirannya terletak pada kemampuannya yang dengan sendirinya ia dapat mengantarkan kita ke masa lampau, mengajak kita pada cerita yang memotifasi, membawa kita pada dunia yang belum pernah kita pijak ataupun dunia indah dari fiksi fiksi yang melambungkan angan, dan terlebih tulisan mengantarkan kita pada sejarah yang telah tertulis dan tak ternilai harganya.

Ah ya.. sejarah bukan hanya seperti apa yang kita pelajari sekolah, sejarah merupakan pengalaman. Dan pengalaman itu adalah guru yang paling berharga. Karena pengalaman tidak akan pernah membiarkanmu terjatuh di dalam lubang yang sama. Karena ia akan memaksamu trus belajar.

Tulisan adalah sebuah pengalaman yang di kemas dengan gaya penulisan yang beragam sesuai dengan karakter sang penulis. Materi yang disampaikan pun akan beragam sesuai dengan refleksi sang penulis, hingga kita dapat menemukan begitu banyak hal, sejarah, pengetahuan, dan pengalaman.

Dengan begitu semua bentuk tulisan adalah sebuah pengetahuan yang berharga bukan? so, kapan kita mulai menulis dan menorehkan sejarah, jika tidak di mulai dari sekarang.

Senin, 06 Desember 2010

Tepi Zaman, Hilir yang Terlupakan

Menapaki lagi jalan penuh jejak kakimu, tak akan menjadikan buih-buih kenangan itu membawamu kembali. Membawamu ke tepi zaman yang telah lama tertinggalkan. Bukankah tepi zaman itu berisi nyanyian nyanyian harapan? aku sudah lama tak menyapanya.
Huruf demi huruf ku ukirkan pada pasir basah tepi pantai. Berharap ombak menyampaikan semua ukiran yang mungkin dapat kau rangkai dengan warna warni refleksi kilau cahaya langit di permukaan laut yang mulai meninggi.

Masih ingatkah kau dengan warna horizon cakrawala? masih biru, namun dengan lantang kau menjawab hijau. Kehijauan pulau yang seharusnya ada di ujung horizon, katamu sambil memandang tegas laut lepas di hadapanmu. Sejuk angin hanya menyadarkanku horizon masih membiru.
Yang aku tahu aku percaya suatu saat tepi zaman kan bercerita tentang horizon cakrawala yang menghijau, dengan kehijauan pulaunya.

Merasakan sapuan buih mendingin, memandang karang menajam terkikis abrasi.
Pasir hitam menyurut mengikuti buih-buih yang menyurutkannya. Katamu, Pasir-pasir hitam itu hanya akan terus surut mengikuti buih membawanya, terendap, tinggal di kedalaman tanpa kembali. Namun aku masih berdiri percaya akan ada gelombang yang lebih besar yang akan membawa pasir-pasir hitam itu kembali. Sayang aku lupa, gelombang hanya tercipta di permukaan, dan gelombang kedalaman tak akan pernah membawa pasir-pasir itu kembali ketepian.

Dan tepi zaman kali ini hanya sebuah kotak kosong dengan pasir-pasir yang semakin menyurut, hanya hilir dari zaman yang sudah terlupakan.

Kamis, 02 Desember 2010

Kasta pada Masyarakat Modern

Masih ingat dengan kebudayaan hindu yang mengajarkan bahwa masyarakatnya menganut sistem kasta, dimana manusia hidup dengan mempunyai tingkatan-tingkatan yang melekat pada diri mereka sejak lahir, dan status tersebut akan di turunkan pada anak cucu mereka atau diwariskan. Kasta yang paling tinggi tingkatannya adalah kasta brahma dan yang paling rendah adalah sudra atau pariah, ah saya sudah lupa.

Pada kehidupan modern sekarang ini, mungkin sistem kasta yang dianut oleh masyarakat hindu sudah meluruh dan hanya beberapa kelompok masyarakat yang masih menganut sistem kasta tersebut, seperti di India dan di Bali.

Namun kenyataannya, sistem kasta tersebut tidak benar-benar meluruh dan hilang, namun beralih fungsi menjadi kasta modern dimana manusia di kotak-kotakkan, di kelompokkan berdasarkan kelompok-kelompok yang beredar di masyarakat. dan pada kenyataannya kelompok-kelompok tersebut hanya hidup dari dan untuk kelompoknya.


contoh kecilnya mungkin berada dikampus (read: lagi-lagi ngomongin kehidupan kampus). Tangan saya sedikit tergelitik untuk menulis hal ini, mengingat beberapa kelompok sangat mementingkan kelompoknya dalam hal apapun.

Saya jadi teringat beberapa kisah teman yang sempat mengalami kastaisme (read: pengkastaan dalam kampus). Seorang teman pernah mengupdate statusnya di salah satu jejaring sosial yang tengah banyak di gunakan oleh berbagai kalangan di negeri ini. Ia menceritakan kekecewaannya pada salah satu kelompok di kampusnya yang mementingkan kesejahteraan kelompoknya sendiri. Respon yang bersangkutan, "Memang salah bila kita memntingkan kelompok kita sendiri?".
dan seorang teman lagi menceritakan tentang kekecewaannya pada kasta-kasta di kampus tepatnya kasta pada angkatannya, yang notabene adalah temen-teman seperjuangannya. setiap kasta pasti mempunyai ciri khasnya sendiri, dan setiap kasta pasti mementingkan kelompoknya, dan rela menjegal temannya sendiri demi kelangsungan hidupnya. Penjegalan-penjegalan tersebut sangat terasa bagi orang-orang yang netral bukan, semua jalan akan terasa sulit kalau begini keadaannya.

Begitulah keadaan kasta modern di kampus, dan belum lagi di tingkat yang lebih tinggi, mungkin terlebih lagi dalam tingkat negara.
Tidak ada salahnya memang jika kita hidup berkelompok, karena pada dasarnya kita sebagai manusia senang hidup bersosial, serta tidak dapat dipungkiri, orang-orang yang mempunyai pemikiran yang sama akan berkumpul dalam satu wadah atau dalam satu organisasi. Tapi kita berkumpul dalam satu wadah bukan untuk menjatuhkan wadah yang lain bukan? dan bukan untuk menjegal jalan orang-orang yang sekiranya akan menghalangi jalan kita.

Tapi ingatlah semakin banyak wadah atau semakin banyak organisasi dalam satu sistem, akam menjadikan sistem tersebut berjalan lambat. Seperti kaki seribu yang berjalan lambat dengan seribu kaki di tubuhnya.

Antara Harapan, Ekspektasi dan Birokrasi

Siapa sih yang gak pernah merasakan kecewa, saya rasa semua manusia yang dengan kodratnya mempunyai perasaan pasti pernah merasakan kekecewaan. Kekecewaan bisa timbul dari masalah apa saja bukan? dari masalah birokrasi, kuliah, kerja, teman, atau apapun, yang dimana harapan kita terhadap mereka sangat besar, namun kenyataannya tidak sesuai dengan apa yang kita harapakan.

Kecewa adalah suatu sikap yang merupakan bagian manusia. Sikap kecewa akan timbul pada saat tujuan atau harapan yang kita inginkan tidak tercapai atau tidak sesuai dengan kenyataan.
Saya pernah mendengar tentang kalimat optimis tentang kekecewaan dan harapan, kalimat itu berbunyi, “Teruslah berharap dan jangan pernah lelah untuk kecewa”. Dan sebuah kalimat pesimis yang berlawanan dengan kalimat pertama, “Jangan  pernah berharap jika tidak ingin kecewa”. Dan kalimat manakah yang kamu setujui?.

“Pengharapan lebih sering kali di lakukan sebagai bentuk kepercayaan kita terhadap suatu lembaga ataupun individu yang dituju.”


Sebuah kalimat di atas mengingatkan saya dengan sepatah kata “birokrasi”. Sebuah kata yang sering kali menjadikan orang orang yang berhadapan dengannya harus merasakan kata kecewa.  Mungkin dapat di katakan untuk mengenal birokrasi seringkali di wajibkan untuk kecewa ataupun patah hati.

Mengapa harus kecewa dahulu baru kita dapat mengenal sebuah ungkapan birokrasi di lembaga tempat kita bernaung?
Mungkin ini hanya sebuah ungkapan kekecewaan pada sebuah lembaga tempat saya bernaung sekarang. Kejadian pagi ini dimana saya harus mengerjakan sebuah tulisan (read: tugas), dalam waktu beberapa jam, dimana ekspektasi saya setelah membaca tugas tersebut adalah tugas tersebut diberikan pada saat jam kuliah dan mengerjakannya selama kuliah berlangsung dan di kumpulkan pada saat kuliah berakhir. Dan ternyata tugas telah di berikan sehari sebelumnya yang dimana hanya beberapa orang yang sudah mendapatkan informasi tersebut. Informasi yang tidak menyebar tersebut sangat merugikan beberapa pihak.

Contoh lainnya ada disaat mahasiswa mengajukan surat permohonan apapun terlebih untuk surat permohonan ujian susulan (read: untuk keperluan individu mahasiswa). Hal ini menjadikan birokrasi sangat sulit, terlebih apabila ada kampus sedang mengadakanacara yang lebih di prioritaskan. Walhasil bisa saja surat izin atas permohonan tersebut dikeluarkan setelah berabad-abad kemudian (red:lebay) atau terlebih surat tersebut bisa saja tidak turun. Sebelumnya, dalam proses pengajuannya pun tidak mudah, kita harus siap siap menjadi ping pong apabila kita belum cukup info untuk mengajukan surat tersebut.

Ini lah salah satu contoh kecil birokrasi yang ada diindonesia, bagaimana birokrasi terhadap lembaga yang lebih besar ya??

Dan untuk mengurangi rasa kecewa (limit tidak merasakan kecewa), adalah dengan mengurangi pengharapan kita terhadap kepercayaan kita pada suatu lembaga ataupun individu, serta meningkatkan ekspektasi kita terhadap realitas.
Lalu bagaimana dengan anda??

Rabu, 24 November 2010

Indonesian People is Friendly

Baru saja saya membaca sebuah artikel tentang fenomena sekelompok orang yang biasa naik kereta dengan cara yang berbahaya. dari mulai menaiki lokomotif , berpegangan dan berdesakan di pinggir-pinggir lokomotif, berdesak desakan di pintu gerbong kereta api, sampai dengan yang menaiki lantai dua kereta alias atap kereta. dan begitulah fenomena kesesakan hiruk pikuk kereta ekonomi.
Artikel yang saya baca tersebut, mengingatkan pada sebuah kejadian di statsiun lempuyangan, sebuah statsiun yang terletak di kota Jogjakarta, dan hanya melayani kereta ekonomi.

Pada saat itu saya mengantarkan  teman saya ke statsiun lempuyangan tersebut, ia akan naik kereta dengan jadwal keberangkatan pukul 21.00, namun kereta tersebut terlambat hingga pukul 24.00. saya dan temen saya sudah  tiba di statsiun tersebut sejak pukul 18.00.
beberapa calon penumpang tampak kesal dengan kebijakan loket yang baru akan di buka pada pukul 21.00, sepertinya beberapa kelompok penumpang tesebut bernasib sama dengan teman saya. Sambil menunggu loket penjualan tiket di buka, saya dan teman saya memilih duduk di dalam statsiun, sambil sesekali memperhatikan prilaku para calon penumpang.


Saat itu mata saya terpaku pada seorang calon penumpang berkewarganegaraan asing, ia subuk hilir mudik, sesekali bertanya kepada petugas. Selang beberapa menit kemudian, satu kereta ekonomi tiba, kereta tersebut menuju Jakarta, saya lupa nama kereta tersebut.
Sekali lagi calon penumpang berkewarganegaraan asing tersebut terlihat bingung, hilir mudik dari ujung lokomotif ke ekor kereta kemudian kembali lagi. Dengan terburu-buru mencari petugas, sepertinya ia belum memiliki tiket, lalu salah satu petugas di sana mengantarnya ke loket penjualan tiket.
Dengan waktu yang semakin melimit, ia di arahkan oleh petugas untuk segera menaiki kereta tersebut yang sepertinya akan segera melaju.

Dan untuk kesekian kalinya penumpang berkewarganegaan asing tersebut, hilir mudik dari ujung lokomotif sampai ke ekor kereta dan kembali lagi ke herbong pertama. Kali ini bukan karena ia tidak punya tiket atau permasalahan lainnya yang menyebabkan ia tidak bisa naik kereta tersebut, tetapi karena ada sekelompok orang yang berdiam di pintu gerbong kereta, beberapa pintu tersebut di tutup dan penumpang di dalamnya memberi isarat bahwa ia tidak dapat masuk. Beberapa lainnya tetap diam di tempatnya dan tidak memberikan ruang untuk warga asing tersebut masuk.

Sampai akhirnya kereta tersebut mulai melaju, dan penumpang berkewarganegaraan asing tersebut masih berada di statsiun. Dengan langkah gontai ia meninggalkan statsiun dan berucap untuk dirinya sendiri, "i think indonesian is kind friendly, is really are?? i dont think so..".
saya dan temanku langsung terhenyak kaget, dan sedikit memikirkan apa yang baru saja ia katakan.

Sebuah kalimat yang membuat saya dan teman saya berfikir sendiri, apa yang ia katakan saat kesal memang tidak salah, bukan? tapi saya yang mendengar ia mengucapkan itu? ah ya.. saya juga warga negara indonesia.

so, apa yang kamu pikirkan?
masih ingat pelajaran kewarganegaraan yang dahulu bernama PPKN, pendidikan paancasila dan kewarganegaraan. Satu pelajaran yang mengajarkan bahwa orang indonesia adalah orang yang ramah, berkebudayaan baik dengan orang orang yang wellcome pada siapapun.
apakah ini adalah fenomena pergeseran kebudayaan indonesia? atau justru pelajaran kewarganegaraan yang kita dapatkan hanya sekedar tulisan yang kenyataannya tidak seperti yang di tuliskan??
dan menurutmu??

Sabtu, 20 November 2010

Tak Sekonsisten Pasang Surut Air Laut

Teringat sebuah pepatah yang diberikan oleh dosenku di kelas, pepatah yang baru di telingaku, namun sektika mengusik pikiranku. Pepatah itu berbunyi :
“Tidak ada yang lebih konsisten dibandingkan dengan pasang surut air laut.”
Masuk akal memang, karena pasang surutnya air laut memiliki periode. Dimana satu periode, berarti satu kali pasang surut terjadi. satu periode pasang surut dapat 24 jam 50 menit untuk diurnal tide, atau 12 jam 25 menit untuk semi diurnal tide. Pada bagian bumi yang mengalami diurnal tide tidak akan berubah seketika dan mengalami semi diurnal tide, begitu pula sebaliknya. Dan saya tidak akan membahas pasang surut air laut lebih panjang lagi tentunya.

Sebuah kekonsistenan pasang surut air laut yang pasti datang dan pergi dalam satu periode.


Sangat berbeda dengan kita sebagai manusia bukan? Yang terkadang sangat bersemangat dengan apa yang kita tekuni, dan apa yang kita jalani sekarang, namun mungkin beberapa waktu ke depan kita merasakan semangat kita surut dengan drastisnya. Karena sebuah semangat seperti buih dilautan, yang terlihat meninggi dengan pergerakan yang cepat bersama ombak dan menyurut lalu hilang setelah tiba di tepian?.

Sangat berbeda dengan kita sebagai manusia bukan? Yang terkadang kecintaannya pada sesuatu di perlihatkan dengan ketekunan dan keuletannya, namun mungkin beberapa waktu ke depan kita merasakan kebosanan dan melupakannya dengan mudah, kemudian berputar haluan. Karena apa yang engkau dengarkan tentang cinta adalah kulit dan sedangkan dirinya sendiri adalah rahasia yang tak terungkpkan.

Sangat berbeda dengan kita sebagai manusia bukan? Yang terkadang sangat terobsesi terhadap sesuatu, dan rela berusaha dengan keras untuk mencapai apa yang kita harapkan, namun mungkin beberapa waktu ke depan kita dengan mudah mengesampingkan obsesi tersebut. Karena hati selalu berubah ubah. Karena hati seperti ombak di lautan, naik turun seiring riak gelombangnya, mengikuti arus untuk mendapatkan ombak dengan gelombang yang tinggi.

Karena apa yang ada di diri kita bukan suatu kekonsistenan, yang terus berada pada satu periode dan terus berulang bukan? Karena apa yang ada di hidup kita tidak ada yang abadi, selalu ada hal-hal baru yang dapat di pelajari, dan selalu banyak kejutan kejutan kecil untuk memberikan goresan goresan warna yang berbeda.

Love is Blind

Teringat sebuah statement “Love is blind”, cinta itu buta. Sedikit saja kita bahas soal cinta kali ini, karena baru saja aku mendengar statement tersebut dari sebuah obrolan malam di kamar sebelah. Setujukah anda dengan statement cinta itu buta?.

Cinta itu kerap di katakana buta karena banyak kisah yang mungkin terjadi di luar logika kita. Kisah cinta Layla Majnun? Atau kisah cinta dari novel klasik shakespeare, dimana sebuah kisah cinta yang di bawa mati sang pemiliknya, Romeo and Juliet. Dan masih banyak lagi kisah cinta lainnya yang di tulis oleh para pemuja cinta.


Cinta adalah cinta yang dapat membuat mendung menjadi pelangi, cinta adalah cinta yang bisa mmbuat rasa pahit menjadi manis?. Cinta adalah cokelat, dimana kita bisa merasakan rasa pahit dan manis sekaligus?. Ah entahlah, terlalu banyak orang mendeskripsikan tentang cinta, dn semua merujuk pada “Love is Blind”.

Tapi bagaimana cinta itu buta? Sedangkan cinta itu sendiri dapat melihat semua yang kau cintai. Bagaimana cinta itu buta? Sedangkan cinta itu sendiri dapat menunjukkan padamu rasa pahit dan manis sekaligus?.

Cinta dapat menerima sebuah kekurangan menjadi suatu kelebihan cintanya. Cinta dapat menyatukan kelebihan dan kekurangan menjadi sesuatu yang saling mengisi. Cinta lebih sering memberi daripada menerima. Dari sinilah cinta selalu di katakan buta.  Tapi sesungguhnya cinta itu tak pernah buta, cinta dapat melihat dengan sebaik baiknya. Namun cinta tak pernah melihat dengan matanya, cinta melihat dengan mata hatinya, yang menjadikan statement-statement di atas menjadi mungkin dan rasional.

Terlalu gombalkah itu? kembali pada kita yang mengartikan arti cinta itu sendiri. Karena cinta, sebuah kata yang mempunyai definisi berbeda bagi setiap individunya. Karena cinta, sebuah kata yang mempunyai definisi berbeda di setiap detiknya.

Jumat, 19 November 2010

About the Good People

Seorang teman mengirimkan pesan singkat yang berbunyi:
“Orang baik itu bukanlah orang yang tidak pernah salah. Tapi orang baik itu adalah orang yang selalu memperbaiki kesalahannya. Dan orang yang lebih buruk adalah orang yang tidak menyadari kesalahannya, melainkan hanya menyalahkan oranglain.”
Apa yang terlintas di benakmu setelah membacanya? Setujukah kalian dengan statement tersebut? atau kalian mempunyai statement sendiri tentang definisi dan makna dari pesan singkat tersebut?.
Pesan singat tersebut sedikit membuat pikiran saya flashback dan memikirkan sedikit pertanyaan dalam diri saya? Sudah kah kita menjadi orang yang baik, yang selalu memperbaiki kesalahannya dan mungkin belajar dari kesalahannya?.

Terlepas dari itu, tanpa disadari atau tidak, ketika kita merasa sakit hati, kita lebih sering disibukkan dengan satu kegiatan, yaitu menyalahkan orang lain yang terlihat buruk dalam sudut pandangmu.
Pertanyaannya, mengapa kita sering membuang waktu dengan terus menyalahkan oranglain? Tak ada waktu untuk menyalahkan oranglain bukan?, jika dirimu di sibukkan oleh hal-hal positif. Seperti berusaha kenali dirimu sendiri, kenali kesalahanmu dan belajar dari sana.

Mungkin kebanyakan orang, ketika ia sedang merasakan sakit hati ia hanya terperangkap pada rasa sakitnya saja, dan terlalu takut menelan rasa pahit dari obat yang seharusnya ia minum untuk sembuh dari rasa sakitnya.
Rasa takut terhadap obatitu lah yang memaksa dirinya terperangkap dalam labirin sakit hati dan lebih memilih terus menyalahkan orang lain dan sedikit melupakan kesalahannya.

Keluar dari labirin itu mudah, asalkan ada kemauan. Mari kita berlomba lomba menjadi individu yang lebih baik mulai dari sekarang.

Gravitasi, Jatuh Adalah Hal Biasa

Jatuh. Sebuah kata yang menggelitikku untuk menulis beberapa paragraph tentang kata tersebut. Ini berawal dari saya melihat seorang anak kecil yang berlari dengan lincah, lalu tiba tiba ia terjatuh, dengan cepat ia bangkit berdiri tanpa merengek apalagi meneteskan air matanya. Seolah tidak terjadi apa-apa, ia kembali lagi berlari bersama teman-temannya, bahkan ia berlari lebih cepat.

Dan apa yang biasa kita lakukan ketika kita terjatuh?. Mungkin pertama kita akan menyesali keadaan dan berusaha berpegang pada apa pun di dekat kita, lalu perlahan mulai berusaha berdiri bukan? Setelah semua keadaan terasa lebih seimbang, barulah kita berusaha untuk berjalan perlahan kemudian memberanikan diri berlari. Why? Mengapa sepertinya anak-anak itu lebih berani untuk bangkit dan berlari?


Masih ingat dengan teori gravitasi? Dimana Newton mengemukakan teori gravitasinya, yang diilhami dari sebuah apel yang jatuh saat ia duduk di bawah pohon apel tersebut. Ia berfikir mengapa apel tersebut tidak jatuh ke atas? Tapi mengapa harus ke bawah?. Yang selanjutnya ia kembangkan menjadi hukum gravitasi universal yang berbunyi :
Semua benda di alam semesta menarik semua benda lain dengan gaya sebanding dengan hasil kali massa benda-benda tersebut dan berbanding terbalik dengan kuadrat jarak antara benda-benda tersebut.

Kembali dengan kata yang bernama jatuh. Ternyata dari zamannya eyang Newton, jatuh telah di rumuskan dan Gaya jatuh tersebut yang biasa di sebut gaya gravitasi, dapat di hitung dengan rumus yang di kemukakan eyang Newton. pada gaya gravitasi universal, mengapa bintang dan benda benda langit lainnya tidak jatu ke bumi akibat gaya gravitasinya?. ya.. jawabannya karena ada gaya gravitasi dari benda langit lain yang sebanding dengan gaya gravitasi bumi. Dimana gaya gaya tersebut menjadikan bintang dan benda langit lainnya tetap berada di lintasannya.

Analoginya, mengapa kita tidak menghitung seberapa dampak rasa sakit akibat kita terjatuh dalam hidup, lalu kita bisa menciptakan gaya yang sama besar atau bahkan lebih besar untuk mensetimbangkan gaya jatuh tersebut. Ingat dengan hukum Newton ke tiga kan? Aksi sama dengan reaksi.

Yuph.. gaya penyetimbang itu akan mempermudah kita untuk berdiri dan segera berlari setelah terjatuh, yang mungkin setelah itu kita akan lupa bahwa kita pernah terjatuh.

Teori gravitasi, mengingatkan kita bahwa jatuh adalah hal yang biasa.

Kamis, 18 November 2010

Makna Kebebasan di Hidupmu

Apa makna Kebebasan sesungguhnya? Apa itu bebas? Mungkin sudah terlalu banyak tulisan yang mengusung tema kebebasan, banyak artikel yang mengangkat tentang kebebasan. Tak sedikit pula bebagai makna dan definisi tetang kebebasan telah dikemukakan. Lalu bagaimana denganmu? Apa makna kebebasan itu sendiri bagi dirimu?.


"Apa arti kebebasan sebenarnya?” Sebuah pertanyaan yang tiba-tiba hadir di saat dirimu tak leluasa dengan keadaan yang ada. Sebuah pertanyaan yang mungkin tiap detik kau pertanyakan, dan tiap detik pula engkau menemukan jawaban yang berbeda. Hal ini lah yang menggelitik jari-jariku untuk menulis beberapa pikiran singkat tentang kebebasan.

Bolehkah kita mengatakan bahwa bebas adalah ikhlas?
Kebebasan adalah bentuk lain dari keikhlasan. Keikhlasan atas apa yang kita lakukan, keikhlasan atas apa yang kita pilih untuk menghiasi rel rel hidup yang ada, keikhlasan atas jalan yang tengah kita pilih.

Rabu, 17 November 2010

Sepatah Katamu Tentang Memori dan Zaman

“Biarkan semuanya termakan zaman.”

Sebuah jejak yang kau tinggalkah di bumi berpasir tepi pantai. Perlahan angin memudarkan jejakmu dan ombak menyapu menghapus jejakmu dengan sempurna. Bahkan gundukan-gundukan pasir yang kau buat dengan cepat menyatu kembali dengan hamparan pasir lainnya.

Namun memoriku tidak, ia tahu engkau pernah berjalan di atas pasir itu, engkau pernah membuat gundukan gundukan pasir disana dengan gemericik aliran air yang berusaha terbebaskan dari gundukan pasir yang kau buat, perlahan air itu mengalir.

Surut laut dengan senyuman mentari di horizon cakrawala menjadi sebuah tugu monument dalam memoriku. Sesuatu yang tak akan luput dari kehidupan, yang berarti tak akan luput dari sebuah memori yang aku simpan rapi dalam kotak kenangan. Zaman tak dapat memakan semuanya sekalipun kotak kenangan telah hancur dan tersapu buih buih ombak tinggi yang sengaja kau buat.

Bukankah buih buih air laut itu tak akan pernah hilang? Ia akan selalu kembali bersama deru ombak. Menghilang sesaat di pesisir pantai dan segera akan kembali lagi.Sekali saja, coba berdiri di tepi pantai dan rasakan buih buih ombak itu. Terasakah olehmu? Sapuan buih buih itu dikakimu mengantarkan pasir pasir memori dari kotak kenanganku? Dan Aku masih mempunyai kuncinya.

Selasa, 16 November 2010

Tak Mungkin Berjalan Mundur

Teringat kutipan dari sebuah film yang saya sudah lupa judulnya apa, "Waktu itu berubah, dan kita ikut berubah seiring perubahan waktu", dan satu kutipan lagi berbunyi "i'm slow walker, but i'll never walk back". Dua buah kutipan yang menyatakan semua tidak akan ada yang abadi, tidak akan ada yang bersifat tetap dan sama, begitu juga aku ataupun dirimu. Kita pasti akan selalu berjalan ke depan, tidak berjalan mundur bukan?

Coba kita lihat jarum detik pada jam mulai berdetak dengan cepat sesuai porsinya, berputar melingkari perputaran waktu. Begitu pula dengan jarum menit yang ikut berputar perlahn mengikuti gerakan jarum detik dan jarum jam berputar lebih lambat dari keduanya.

Waktu itu memang terus berputar bukan? Waktu itu terus berubah, bertambah dan terus bergerak ke depan tanpa henti. Tapi tidak dengan jarum jarum penunjuk waktu itu, jarum jarum itu terus berputar berubah seiring perubahan waktu, namun ia akan kembali pada titik dimana ia memulai pergerakannya.


dan kamu percaya yang mana?
Ketika hatimu...
hatimu berharap semua seperti jarum jam yang terus berputar dan akhirnya kembali pada titik dimana ia memulai pergerakannya, membentuk suatu pola yang dapat kita mengerti dan semuanya terasa terbiasa. pengharapan kita akan kembali ke masa lalu, masa dimana kita mulai dapat menarik otot otot pipi kita untuk tersenyum. ataupun masa masa yang pasti sangat kita inginkan kembali.

dan ketika itu logikamu.
Logikamu menunjukkan bahwa penunjuk waktu memang akan berputar kembali karena dia hanya penunjuk waktu harian, sedangkan semua waktu yang terlewati sama sekali tidak akan pernah kembali. seperti halnya kamu berjalan maju dan tidak akan pernah bisa berjalan mundur.
Sesuatu yang telah kita tinggalkan tidak akan pernah dapat kita ambil kembali dengan mudahnya. seperti halnya tak mudah bagi kita untuk berjalan mundur dengan tatapanmu yang semestinya menatap ke depan.

Maka ketika kamu sadar bahwa kamu tengah menyesal, berjuanglah, dan percayalah. bahwa sesuatu yang telah hilang atau terlewatkan, ia akan kembali dengan perjuanganmu atau dengan caranya sendiri dan mungkin tak akan pernah kembali atau mungkin saja tergantikan.

Just Illusion

Sesuatu yang tak nyata menyentumu
memegang, merapatkan jarak menuju kalbu

Hanya ilusikah itu?
Ketika lingkaran lingkaran itu datang menujumu
dan aku terlingkupi oleh waktu
melihat sekelilingku, terasa berbeda, seakan semua kelabu
takut.. rasa yang menghantui mimpiku
berusaha terbebas dan melihat warna warni itu

Hanya ilusikah itu?
Ketika mempercayai, berharap pada sesuatu yang semu
meyakinkan diri bahwa airpun dapat beku
melayang semakin mendekat menuju langit yang menderu
takut.. hanya melingkupi ruang waktu
salahkah bila ku mendongak dan hanya menunggu
menunggu sesuatu yang tampak jauh di langitku
atau aku hanya bermimpi di bumiku

Hanya ilusikah itu?
Ketika percayamu menjadi rasa yakinmu
atau hanya bentuk kegilaan atas ketakutanmu
hanya kta kata yang tak lagi berbentuk huruf dalam buku
dan cermin menjadi bias dalam kabut semu
mungkin hanya menangkap seraut bayang yang terpadu

Hanya ilusikah itu?
ketika terasa tetesan hujan menyentuh haru biru
menjajikan sebuag gelegak syahdu
atau tanganku rak dapat menangkap tetesan itu
hanya mengalir melalui sela sela jariku
menjauhi suara detik detik waktu

Hanya ilusikah itu?
Ketika menjauh, meregangkan jarak dari seonggok kalbu
dan menghilang setelah satu kedipan mataku
atau hanya memaksakan percaya pada kabut semu
atau hanya memaksakan harap pada udara yang merayu
takut.. rasa itu menjadi saksi bisu
menjadi teman dalam semua diamku

Hanya ilusikah itu?
atau bentuk kegilaan pada ketidakmungkinan akan sesuatu?

Sabtu, 13 November 2010

Alam Selalu Mengajarkan Sesuatu


“Belajar dari alam”. Apa salahnya kita sedikit peka dengan apa yang sudah disediakan oleh Allah di alam, dan menjadikannya sebuah pelajaran hidup untuk kita ke depannya. Alam selalu mengajarkan kita dengan semua tanda-tanda alam, keindahan, serta analogi analogi yang disediakannya, begitu juga dengan hal yang sama sekali tak mengasyikkan di dalamnya. So, apa yang kita tunggu, hanya menjadikannya habitat tempat kita tinggal, atau menjadikannya guru sekaligus menambahkannya kedalam list tanggung jawab yang wajib kita jaga.

Satu kalimat yang membuat saya sejenak berpikir dan mengantarkan beberapa paragraf berikut untuk saya tulis. Saat itu saya mendengar satu kalimat tersebut sekilas dari penjelasan pak Surono selaku Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) mengenai letusan gunung Merapi di Jogjakarta. Jika tidak salah beliau mengatakan “Empat tahun kemarin, Merapi telah memberikan kehidupan bagi warga di sekitarnya. Mungkin sekarang kita harus menyingkir sejenak, untuk memberikan waktu baginya untuk berErupsi.”


Sepenggal kalimat yang harusnya membuat kita berpikir sejenak tentang siklus kehidupan, yang konon katanya siklus kehidupan itu berjalan seperti roda, selalu berputar dengan adil atas kuasa Allah swt.

Mari sejenak kita flashback tentang Merapi sekitar empat atau tiga tahun lalu, pemandangan indah seperti permadani dengan kabut kabut putih khas Merapi. Air-air jernih yang mengalir pada sungai sungai yang berhulu di Merapi, dengan batuan batuan sungai cantik hasil erupsi Merapi.Tanah-tanah subur atas bentukan sedimentasi erupsi merapi atau pasir-pasir yang di tambang membawa jalan kehidupan sendiri bagi penduduk sekitar Merapi.

Subhanallah, Maha besar Allah dengan segala apa yang telah Ia ciptakan.

Sekarang, kita harus sedikit mengalah pada si cantik Gunung Merapi ini, waktu istirahat baginya dengan kurun waktu 2-3 tahun sekali untuk bererupsi kecil, dan 5-7 tahun sekali untuk erupsi besar, memberikan kita waktu untuk tinggal di kaki gunung cantik ini dengan nyaman, dan memberikan kita waktu untuk mensyukuri apa yang telah ditinggalkan dari erupsi erupsi yang pernah ada.
Kini, ia tengah bergejolak, tengah sakit dengan batuk batuk khas merapi, serta beberapa kali memuntahkan material erupsinya. Bukankah kurun waktu ia sakit lebih pendek daripada kurun waktu ia beristirahat? Sejenak kita menyingkir memberinya waktu, dan semoga Jogjakarta diberi kekuatan untuk mengalah sejenak pada Merapi. Amiin.

Lalu apa yang dapat kita petik, ketika kita membaca wacana diatas?
Ya, bukan hanya pelajara PolEkSosBud atau teknologi yang terus di perbaharui,agar apabila terjadi lagi kejadian seperti ini, tidak terlalu banyak memakan korban jiwa.

Pernahkah kita sedikit saja berpikir hal yang ringan, atau timbul pertanyaan apa hikmah yang dapat di ambil dari alam? Atau sebiah analogi dari alam’kah ini?
Mungkin alam tengah menyediakan analogi-analogi untuk kita pelajari dan kita terapkan pada kehidupan kita, sehingga kita dapat dengan bijak mengambil keputusan dari suatu masalah yang tengah kita hadapi, Ya “Belajar dari alam”. Seperti wacana di atas, sebuah keindahan tidak serta merta ada dan abadi berada di depan mata. Segala macam nikmat tidak selamanya dengan mudan kita dapatkan. Air laut tidak selamanya pasang, dengan periode tertentu ia akan kembali surut. Mungkin bisa dikatakan, tidak akan ada yang stagnan dan abadi di dunia ini.
Setelah ada kesulitan, pasti ada kemudahan. Setelah ada gelap, pasti ada terang. Setelah ada pendakian, ada sungai sungai yang mengalir di balik bukit. Setelah ada perjuangan ada nikmat yang menanti.

Keindahan bisa saja hancur seketika karena kuasaNya, karena sesuatu hal yang entah disadari atau tidak, karena kesalahan kita yang disengaja maupun tidak, Wallahualam.
Namun yang harus kita yakini adalah ketika keindahan sudah tak lagi indah, yakinlah tak selamanya sesuatu yang membuatnya tak lagi indah terus ada. Kita hanya harus sejenak menyingkir, mundur untuk mempersiapkan diri. Untuk terus belajar dari semua kata yang terucapkan, dari semua kisah yang diperdengarkan, dari semua cerita yang tertulis, dari semua sesuatu yang kita lihat. Mundur dan menyingkir sejenak mengelola strategi, dan segeralah kembali berperang.
Mundur, bukan berati kalah, namun mempersiapkan diri untuk menuju perjuangan baru yang tengah menanti di hadapan kita, dengan segala nikmat dan berkah yang menunggu di depan sana setelah perjuangan, nikmat dan berkah yang patut kita syukuri nantinya. Subhanallah.

Dan begitulah siklus yang terus berputar seperti Roda.

Jumat, 12 November 2010

Sudut Pandang Bagimu

Sudut pandang?

Sebenarnya apa yang adadi benak kamu tentang kata sudut pandang?

Sudut pandang itu cara kamu menilai sesuatu? atau cara kamu melihat sesuatu sebagai objek bukan subjek? atau tempat nyaman sebagai dirimu untuk menilai orang lain dan dirimu sendiri. Mungkin kita semua perlu mendeskripsikan ulang arti dari sudut pandang yang sebenarnya. Atau hanya sekedar berkata pada diri kita sendiri, benarkah sudut yang sudah kita ambil. mengapa? Sudah objektif kah kita?

Saya pernah mendengar sebuah kalimat indah yang mungkin benar adanya seperti itu, danmembuat kita berfikir ulang. kata – kata itu berbunyi,  ”Bukankah bayangan itu terbentuk dari perpektif kita yang menjadi pengamat? dan tentunya dengan variable berbeda, antara lain  jarak, lensa yang di gunakan. Tapi mengapa apapun bebtuk bayangan yang terbentuk, kita di ajarkan dalam sebuah pelajarn Fisika, untuk mengetahui Fokus (titik apinya) dimana?”.

Dalam Wujud yang Tak Lagi Sama

kelabu..
samar melihat bayangmu ditengah temaram layu..
berusaha menembus kabut penghujung malam sabtu..
semakin tersamar saat jejakmu hilang layaknya hantu..
menunda teriakan dara dengan muka masam lesu..

dalam wujud yang tak lagi sama.. aku tak mengenalmu..
tak ada sapaan dingin dalam sentuh, sedikitpun tak ada kalbu..
pedulimu hanya pada sebuah serpihan udara beku..
tak ada langkah menuju bintang cahaya baru..
bintang yang dulu kau tunjukkan padaku..
bintang yang pernah menjadikan pasang di lautan itu..

dalam wujud yang tak lagi sama.. aku tak mengenalmu..
tangan tanganku mulai mengatup bisu..
jari jariku terkepal tergenggam tanganku biru..
dingin.. menundukkan kepala menahan sesuatu..
sesuatu yang kau sebut debu..
terbeban hingga tak dapat lagi berdiri kaku..
pundakku bergetar, bibirku tertarik tersenyum palsu..

dalam wujud yang tak lagi sama.. aku tak mengenalmu..
pedulimu hanya pada sebuah serpihan udara beku..
dalam dingin menyesakkan paru-paruku terasa kelu..
kau hanya diam tanpa memandang aku disudut itu..
kau tertunduk diam, tanpa peduli aku mengerang pilu..
samar, semakin tak terlihat bayang itu..
langkahmu hilang menjauh menjadi debu..

dalam wujud yang tak lagi sama.. aku tak mengenalmu..
membenci waktu yang telah membawamu..
menyalahkan lautan yang menjadikanmu tak menentu..
merutuki diriku yang menunggu..
menunggu surut laut membawamu menuju tepi keyakinanmu..
atau memaki dirimu yang terbawa pasang menuju serpihan udara beku..
namun mataku masih ingin melihatmu..
dirimu yang kini berada di kegelapan tanpa cahaya baru..

dalam wujud yang tak lagi sama.. aku tak mengenalmu..
namun dalam kata yang tak lagi sama, aku hanya aku..
aku hanya aku yang  tak paham dengan warna kelabu..
aku hanya aku yang tak tahu..
aku hanya aku yang terombang ambing di lautan biru..

dalam wujud yang tak lagi sama.. aku tak mengenalmu..

terjadi saat kau benar benar hilang..

Berdirilah di Tempat yang Terlihat

Salju mulai mencair perlahan..
mencoba menyatu dengan buih buih udara yang terperangkap di sekitar embun impian..
jari jari kecilku mulai merenggang membiarkannya bebas dari genggaman..
membiarkannya mencari tujuan..
membiarkannya merasakan sebuah keyakinan..
aku ingin ia bebas.. tangan tanganku mulai terbuka tak menahan..
mengantarkannya menuju buih udara yang membuatnya bernafas dengan kebebasan ..
namun aku tak dapat bernafas ketika membuatnya mengalir, meninggalkan
sentuhanku perlahan..

nafasku tertahan membiarkannya meninggalkan jejak yang tersisakan..
nafasku masih tertahan..
sesak merasakan tangan dan jariku mulai menghangat tanpa sentuhan..
sesak melawan batin yang berkecamuk dalam peperangan..
tak ada lagi rasa dingin dalam sapaan..

aku kehilangan..
dalam sebuah wujud yang tak lagi sama.. dalam hati yang dulu menguatkan..
dalam sebuah asa yang terus menuju perubahan..
yang aku lihat adalah kebimbangan..
dalam sebuah pengorbanan..


aku kehilangan..
dalam sebuah permintaan..
ingin melihatmu meninggalkan senyuman..
senyuman keberhasilan..
dan dengan menjadikanmu mencair serta buih udara di pertemukan..
menjadikan pada akhirnya sebuah buih ombak di lautan..
yang seketika akan melenyapkan kesedihan..
dalam sebuah permohonan..
selalu berdirilah di tempat yang dapat aku lihat, bukan di kegelapan..

penglihatanku hanya sekelebat hidup lintasan..
doaku hanya mencoba menjadikan jalanmu sebuah keringanan..
ikhlasku hanya sebuah pengorbanan..
rasaku hanya sebuah kehilangan..
harapku hanya sebuah permohonan padamu tentang dirimu dari sebuah keteguhan..
hanya sebuah permohonan tentangmu dari sebuah kekuatan, harapan,senyuman..
jalan ini hanya sebuah pelajaran arti kebebasan,keyakinan, dan pengertian..

dalam sebuah permohonan..
selalu berdirilah di tempat yang dapat aku lihat, bukan di kegelapan..

… terjadi saat aku memikirkan kamu hilang dari hidupku…

Position

hujan..
tak selalu sama, bahkan tak pernah sama.
namun hujan rintik tetap membasahi tanah tanah berpasir.
membuatnya seakan bergerak dan menari sebelum akhirnya sembab.
bau tanah menyerbak, bau basah menenangkan.
perlahan menikmati angin, sesekali rintik airnya terbawa menyejukan.
terpejam, merangkai rintik rintik yang sepertinya akan segera berubah.
awan menekan cahaya hingga kelabu.
dan aku tetap berada pada posisiku tak berubah.
sesaat, mataku memejam tersadar mendung adalah penyebab hujan.
tersadar mendung tak akan segera hilang melingkupiku.
aku tidak peduli.
tetap memilih diam dalam kesadaranku akan hujan.
memilih menunggu dengan sengaja memejamkan mataku.
aku tidak peduli.
burung burung berteriak memilih pulang.
tidak peduli dengan suara-suara katak, melengking menyuruhku hilang.
tak ingin mendengar apapun, tak ingin melihat apapun.
hanya ingin merasakan tetesan sejuk hujan.
hingga pelangi menungguku di pelupuk mata.

… terjadi di saat aku memikirkanmu…

I think, Just Ice..

sejenak ingin pergi dari tanah yang gersang tanpa air, tanpa tumbuhan penyejuk, dan kini aku melewati tempat yang indah, putih, salju dan es berada dimana-mana menghiasi dataran.

sejenak aku berfikir “sepertinya ini adalah tempat yang sangat jauh berbeda dari tempat yang sebelumnya, berbeda dengan tempat yang gersang itu. Sesaat aku hanya menatapnya, namun jari-jari kecilku tak kuasa untuk menyentuhnya. menyentuh sebuah balok es dari dataran putih itu.

“Tuhan.. ternyata rasanya sangat dingin.” aku tak tahu apa dataran putih ini lebih baik dari dataran gersang itu.

namun semakin lama tangan-tanganku menyentuhnya semakin dingin rasanya, perlahan rasa sakit merasuk sampai ke tulang.
Tanpa aku lepaskan jari-jariku pada bongkahan es pada dataran putih itu, aku kembali menatapnya lekat. seperti sebuah jawaban aku melihat semua bayang itu tanpa balok es itu melihat bayangku. bayang yang sepenuhnya adalah udara yang tak akan pernah terlepas dari bongkahan es itu.


dan aku pun teringat, aku pernah menyentuh bongkahan es dari dataran putih, walau aku tahu itu bukan bongkahan es yang sama. dan aku tahu pasti jika rasanya hanya dingin, semakin lama kusentuh semakin sakit rasanya, semakin merubah warna kulitku menjadi biru. tapi entah mengapa? aku menyentuh lagi bongkahan es itu, dan sekali lagi aku tak sedikitpun melepaskan tangan-tanganku darinya.

air mataku menetes, menahan sakit dari dingin yang ku rasa. sesaat aku berfikir ingin mencairkan bongkahan es itu hingga ia dapat bersentuhan dengan udaranya secara langsung, dan menghasilkan horison yang membuat semua mata tak hentinya memandang, tak hentinya semua bibir berdecak dan mengucapkan kalimat Subhanallah.

Namun aku tak mampu ya Allah, aku tak mampu melakukannya. mencairkan bongkahan es itu, berarti aku tak akan pernah menemukannya lagi, dan aku tak akan pernah menyentuhnya lagi.

dan aku putuskan untuk menutup mataku, dan membiarkan terus rasa dingin menyebarkan sakit yang mungkin nantinya akan membuat aku mati rasa dan tak akan membuat aku merasakan apa-apa lagi.

Something 2

Terjadi saat aku memikirkan tentangku..

Aku kembali ke tempat yang sama, kali ini bukan untuk menenangkan diri dengan melihat bayangan diri yang terefleksi di air. tapi aku ingin bertanya suatu pertanyaan pada seseorang pengagum air kemarin, tentang kecintaannya pada air. namun tampaknya hari ini ia tidak datang untuk mengagumi air seperti biasa. mataku berputar mencari sosoknya, namun tak kunjung datang.

akhirnya aku hanya memandang kosong bayanganku, memandang bentuk refleksiku di air danau yang tenang. jujur akupun mengagumi keunikan tentang dirimu air. aku sama sepertinya.

esok hari, aku akan datang kembali untuk hal yang sama.
saat ini, saat pagi menyapa, aku kembali ke danau. aku mendapatinya sedang tersenyum memandangi air di depannya, dengan jari-jarinya yang selalu menyentuh lembut permukaan air tersebut.

aku mendekatinya hati-hati, aku turunkan letak tubuhku untuk mensejajarkan dengan dirinya, aku duduk tepat disampingnya, tepat seperti kemarin.

“Aku mengaguminya, mungkin nyaman jika aku menyentuj permukaannya seperti ini. tapi aku tidak mungkin bisa di setiap waktuku harus datang dan meyentuhnya.” jawaban itu menjawab pertanyaanku mengapa kemarin ia tidak datang.

“Kamu tahu? air masih tetap meresponku dengan lembut walau aku taj datang. apa artinya air itu pemaaf?”. matanya tertuju padaku, seakan ia menunggu jawaban dariku.

“Apa bedanya dengan karang? ketka kamu tak datang iapun akan tetap merespon dengan caranya. dengan keras seperti yang kamu katakan kemarin.” entah dari mana pertanyaan itu berasal. aku melontarkannya begitu saja.

“Mungkin berbeda, ketika aku tak datang untuk karang. dan lama aku tak datang untuk melihatnya. mungkin terlihat tak ada perbedaan , namun setelah aku kembali menemuinya banyak yang berubah. ia terasa semakin kasar ketika ku sentuh, mungkin akibat dari kikisan air ombak. namun tidak dengan air bukan??” dia hanya tersenyum.

” tapi tahu kah kamu bahwa airpun dapat beriak, bergelombang, bukan hanya di permukaannya melainkan di dasarnya, jauh di bawah permukaannya.?” aku berusaha meyakinkannya.

“ya.. aku tahu ia beriaj, bergelombang, nukan hanya di permukaannya untuk merespon derajat sentuh kita, melainkan juga di bawah permukaannya. jauh di bawah permukaannya ia pun merespon derajat sentuh kita.” air mukanya seketika berubah. dan jari-jarinya menyentuh ragu air tersebut.

“Lalu bagaimana kamu menenangkannya?” aku memandangnya heran.
“aku tak akan susah payah menenagkannya. biarkan ia berfikir sewajarnya. tanpa usikan ia akan tenang dengan sendirinya.” ia tersenyum sendiri, sementara aku hanya terdiam mendengarkan jawabannya.

“Aneh, kamu tahu dia beriak, bergelombang bukan hanya dipermukaannya namun juga jauh di dalam permukaannya. tapi mengapa kamu tak beradaptasi kepadanya?” wajahku semakin terlihat heran.

dia hanya tersenyum padaku, lalu menyentuh permukaan air dengan lembut. bayangannya pudar seiring langkahnya menjauh.

Something

terjadi saat aku memikirkan diriku sendiri..

Aku terdiam disini mengamati hal yang tak ku ketahui. Aku hanya menatap kosong berharap aku tahu hal yang membuat aku bertanya. Aku menatapnya sekian kali, menatap air danau yang tenang, menatapnya kagum merefleksikan diriku dengan sempurna, walau tidak sesempurna cermin yang merefleksikan diriku dengan sangat sempurna. Sekali ini aku teringat tentang palajaran Fisika, dimana pada babnya tertulis “Pencerminan”.

Tiba-tiba seseorang duduk disampingku dan ikut terdiam memandangi bayangannya di air danau yang tenang tersebut. Sesekali ujung jarinya menyentuh permukaan air itu dan seketika itu pula bayangannya memudar dari air, dan air itu pun beriak bergelombang , merambat dan bayanganku pun ikut hilang bersama riak-riak kecil tersebut.

Aku menatapnya dengan hati-hati, ia hanya terdiam dan ujung jari-jarinya masih menyentuh permukaan air. Dan tiba-tiba ia menatapku, memperhatikanku beberapa saat dan kembali lagi dengan aktifitasnya.

“Kau tahu, mengapa aku menyukai air ?” tanyanya, sambil terus menatap kosong air danau dihadapannya. Sementara aku hanya terdiam, dan akhirnya aku menggeleng. Entah ia melihat aku atau tidak.


“Karna air itu lembut, tenang menyejukkan. Ia sangat mahir merefleksikan diri kita walau tak sempurna karena ia mempunyai unsur sendiri, berbeda dengan cermin yang benar-benar merefleksikan diri kita dengan sempurna. Ketika kita menyentuhnya air itu beriak, merespon sentuhan kita, menyentuh ujung jari kita dengan lembut.” Ia tersenyum.

“Bukankah air itu juga bisa membahayakan nyawamu?” aku memandangnya heran.

“Air itu tidak pernah membahayakan ketika kamu masih menjaganya, hal itu terjadi karena perbuatanmu. Bukankah itu juga selayaknya api dan manusia. Semua terjadi karena adanya alasan. Bukan begitu?” ia menatapku penuh pengharapan, menunggu aku menyetujui statementnya.

Aku hanya mengangguk.


“Dulu aku mengagumi batu karang, aku mengaguminya karena ia tegar tetap berdiri walau ombak terus menerjangnya. Tapi nyatanya ia terkikis terus terkikis, dan ditumbuhi tumbuhan-tumbuhan yang hanya menumpang, dan ia diam padahal yang member kehidupan mereka adalah air.”

“Dulu aku mengagumi karang, karena ia menemaniku memandang lautan yang begitu luas, namun aku tersadar, ketika aku menyentuhnya ia tak merespon sentuhanku sama sekali. Ia tetap terdiam, ia tetap menyentuhku dengan caranya, dengan kasar bukan merespon sentuhanku dengan lembut, karena aku meyentuhnya dengan lembut. Sejak itu aku lebih senang terdiam disini menyentuh airdengan jari-jariku karena ia merespon sentuhanku sesuai derajat sentuhku.”

“Lalu?” kedua mataku berputar, dengan kebingungan yang melanda.

“Kau juga mempunyai apa yang kamu kagumi.” Ia tersenyum dan bangkit dari duduknya. Langkahnya menjauh meninggalkan sosokku yang masih memandangnya.

Warna Bagimu Bagiku

Jika Indah itu berarti berwarna, apakah hanya warnna terang saja yang dianggap indah??.
Tidakkah hitam, kelabu juga berwarna?? Hanya dengan komposisi yang berbeda, hanya dengan kolaborasi yang berbeda pula..

Tidakkah dengan adanya derajat kepekatan itu, kamu bias tahu dan membedakan adanya terang dan gelap?? Lalu mengapa dalam warnamu yang kau harapkan hanya warna terang?? Hanya warna pelangi yang kau doakan untuk menemani duniamu.

Percayakah keberadaan warna-warna indah itu berasal dari hal yang tidak berwarna? Dari hal yang bening dan sesuatu yang kau sebut putih. Sebuah siluet yang di ukirkan menjadi secercah cahaya matahari melewati sebuah butir kebeningan yang kau sebut titik-titik air hujan. Sebuat titik air hujan yang benar-benar tak berwarna, membiaskan sinar itu dan membuat duniamu menjadi berwarna dengan warna-warna yang kau katakana indah, pelangi.
Dan tahukah kamu hal yang tak berwarna itu turun dari sesuatu yang berwarna kelabu?. Ketika kau memandangi langit biru, ketika kau tengadahkan kepala ke langit, yang terlihat gundukan awan putih yang kau katakan indah. Sekian lama kau pandang sama sekali tak ada yang menyejukkan turun dari sana. Lalu siapa? Ya kau berharap setetes kehidupan datang menyejukkan. Kembali kau pandangi langit, dan seketika itu pulaawan berubah menjadi kelabu. Lalu kau rasakan kesejukan, tetes-tetes airhujan nan bening tak berwarna mengalir dari sebuah awan yang kau sebutberwarna kelabu. Dan apakah kau tak sadar kali ini warna kelabu yang menyejukkanmu.

Warna kelabu telah menyejukkanmu, memberimu sebuah tetes air hujan bening yang mengubah seberkas cahaya putih menjadi warna-warna cerah yang kau sebut pelangi.
Lalu mengapa kau masih mengharapkan hanya warna terang yang selalu menghiasi warnamu?


terjadi saat aku memikirkan kesedihan…

Sebuah Kisah Sebuah Cerita

Seorang perempuan bersandar di kursi taman tengah kota dimana setiap pojok terlihat. Setiap orang beraktifitas terpantau, setiap orang berbisik mendengar. Aku berjalan menunduk hormat padanya. Lalu dengan hati hati aku bertanya bolehkan saya duduk di sampingnya. Dengan ramah ia mempersilakan aku duduk di sampingnya. Saat itu aku hanya memainkan handphone karena menunggu teman disana.

Tiba-tiba ia berbicara. “kau lihat orang yang di sebelah timur sana?”
“ya aku lihat” jawabku  singkat.
“apa yang kau lihat?”
“seorang teman yang bercanda keterlaluan, iseng, hingga sang teman yang dijadikan objek merah padam dan tak tahu harus bagaimana. tapi sepertinya ia tak maksud jahat dan bercanda, ya sedikit keterlaluan”
ia diam dan aku memandangnya yang masih memandangi adegan tadi.

“lalu yang di sana?” ia menunjuk seseorang yang duduk sendirian, dan beberapa kali menghela nafas.
“sepertinya ia kesepian, ia memandangi beberapa orang lewat, tapi ia lebih sering memandangi orang yang bernasib sama dengannya, yaitu sendirian, atau orang yang asik dengan dunia yang ia mengerti saja.” jawabku.


“menurutmu mana yang kesepian?” tanyanya. Aku terdiam karena pertanyaan itu aneh. bukankah sudah jelas jawabannya?
belum lama aku memandangnya bingung, ia menjawab sendiri pertanyaannya.
“kau tahu, justru orang yang terlihat bercanda yang berlebihan lah yang mempunyai rasa sepi yang lebih tinggi, kau tahu justru merekalah yang mempunyai masalah yang lebih besar daripada orang yang sendirian dan menghela nafasnya beberapa kali.”

“….”
“kau tahu orang-orang yang bercanda berlebihan, hanya untuk menutupi masalahnya, hanya ingin keramaian membunuh sepinya. hanya ingin orang lain tersenyum karenanya, ceria karena dia, karena dia tak ingin melihat yang lain kelabu. dan tahukah kamu, justru yang sedang sendirian disana adalah orang yang sedang butuh ruang privasi, hidupnya terlalu berwarna, sehingga ia merasakan hal yang monoton. dan mengapa ia memandangi orang-orang yang sendirian? bukan karena ia ingin mencari teman, tapi karen ia iri, iri akan dunia yang mereka miliki sendiri.”
lalu perempuan tersebut tersenyum kearahku dengan manisnya.
aku menatapnya kagum

lalu bibir mungil itu melontarkan pertanyaannya lagi. “kamu lihat orang-orang yang berjalan beramai-ramai disana??"
“apa yang kamu tangkap dari mereka?” lanjutnya.
“hummm..mereka kompak dan sepertinya teman-teman dekat yang sedang berkumpul.”
ia kembali tersenyum menanggapi opiniku.
“sebenarnya mereka adalah orang-orang yang di pikirannya hanya ada kata aku, dan kami. mereka berjalan bukan karena dia, kamu, kita atau mereka.”
“maksudnya??” aku masih bingung dengan pernyataannya.
“seharusnya semua orang bisa berjalan dan berfikir tentang dia, kamu, kita atau mereka. bukan hanya kata aku dan kami di dalamnya.”
aku mengangguk paham.

“apakah kamu berjalan karena dia, kamu, kita dan mereka?” tanyaku.
“ya.” jawabnya singkat.
“Lalu mengapa kamu sendiri disini?” tanyaku sambil memandang matanya.
“karena dia, kamu, kita dan mereka berjalan karena di kepalanya hanya ada kata aku dan kami.”

Jumat, 05 November 2010

Ketika Dihadapkan dengan Persimpangan

Pertemuan dua buah jalan atau lebih, dimana lalu lintas akan lebih terlihat crowdit. Ini adalah sebuah kalimat yang dapat mengartikan kata persimpangan sebuah jalan yang sering kita temui di jalan raya.
Bagaimana dengan arti persimpangan bila telah diikuti oleh kata yang lain, misalnya persimpangan hidup. Apa makna kata tersebut?
Ah mudah saja bukan? dari pernyataan di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa persimpangan dalam hidup adalah ketika kita menemukan pertemuan dua atau lebih pilihan dalam hidup, dan biasanya keadaan dan pikiran akan crowdit disana.
"Persimpangan adalah sebuah realita yang harus dihadapi bukan di hindari, dan hanya dirimu yang bisa membawamu keluar dari persimpangan tersebut".

Pertanyaannya, sebenarnya apa yang membawa persimpangan itu ada di hadapanmu saat ini?
Dunia terus berubah dengan berbagai kisahnya, dengan segala skalanya, pun demikian dengan kehidupan manusia. Seperti digambarkan William Shakespeare dalam puisinya “The seven ages of man” yang mendeskripsikan beberapa perjalanan transisi kehidupan manusia.

Perubahan pasti terjadi, entah karena transisi psikologis individu tersebut ataupun karena lingkungannya yang berubah, dan membuat si individu harus melakukan beberapa penyesuaian diri dengan lingkungannya.
Ada penyesuaian peran dan aktifitas yang senantiasa mengiringi perubahan, penyesuaian yang kerap kali menimbulkan rasa tidak nyaman, membuka kerinduan akan masa sebelumnya bahkan kekhawatiran berlebih hingga timbul keinginan untuk ‘melarikan diri’. Padahal keberhasilan perubahan banyak tergantung apakah yang terkena perubahan atau individu tersebut melakukan sesuatu dengan cara yang berbeda atau tidak. Apakah ia bisa melewatinya dengan cara yang ia pilih.

Sebenarnya yang mengganggu bukanlah perubahan, tetapi transisi. Ya, dalam setiap perubahan selalu ada transisi yang kerap kali menimbulkan gangguan dan jika tidak dikelola dapat berpotensi menjadi masalah. Perubahan sifatnya situasional, dari suatu kondisi ke kondisi lainnya, sedangkan transisi lebih bersifat psikologis. Proses keluarnya seseorang dari dunia lama dan masuk ke dunia baru kerap kali bersifat emosional. Padahal perubahan harus dilakukan agar tidak stagnan bahkan tertinggal, sehingga transisipun otomatis harus dijalani. Ada tiga fase transisi yang harus diperhatikan dan dikawal sehingga transisi dapat berjalan baik dan perubahan positif dapat dihasilkan, yaitu :
  1. Menanggalkan cara dan identitas lama. Fase pertama transisi ini adalah sebuah pengakhiran dan saat dimana yang perlu ditangani adalah perasaan kehilangan.
  2. Melewati satu periode antara ketika yang lama telah pergi tetapi yang baru belum berfungsi secara penuh (zona netral). Inilah waktu ketika penyatuan kembali (realignment) dan pemolaan kembali (repatterning) psikologis terjadi.
  3. Keluar dari transisi dan membuat suatu permulaan baru. Ini adalah periode ketika identitas baru dikembangkan dan kesadaran akan tujuan (sense of purpose) baru ditemukan yang membuat perubahan mulai berjalan.

Kenyamanan sering kali hanya membawa pada stagnasi bahkan kemunduran. Tidak jarang bahkan membuahkan kehancuran ketika ada tantangan yang tidak siap ditangani. Perlu dibangun kesiapan untuk menghadapi perubahan, termasuk kesiapan dalam menghadapi resistensi terhadap perubahan. Tidak sedikit orang yang begitu membela status quo yang sebenarnya disadarinya tidak cukup baik karena kekhawatiran berlebihannya akan kehilangan sesuatu. Status quo yang sebelumnya telah di yakini oleh individu tersebut dapat mempertahankan dirinya dari 'kehilangan'.

Namun disamping itu sering kali si individu tersebut menginginkan keadaan yang jauh lebih baik dari keadaannya sekarang, tapi sulit untuk meninggalkan Zona aman yang ia tekuni sekarang. Atau terkadang mereka memilih untuk mundur dan meninggalkan perjuangan mereka hanya karena tidak sanggup untuk melewati masa transisi tersebut.
bukankah sesuai kata pepatah kuno. " tidak akan dapat melewati bermil mil jauhnya perjalanan jika kita takut melangkahkan kaki kita, karena perjalanan panjang tersebut dimulai dengan satu langkah".
atau sesuai dengan firman Allah " tidak akan berubah nasib suatu kaum, selama kaum itu tidak merubah nasibnya sendiri ".
Kesulitan mungkin sering hadir karena ketidakpastian akan masa depan yang ada di depan mata. Hal ini yang menyebabkan individu tersebut menjadi larut dengan masa lalunya, sehingga perbaikan tidak begitu dirasakan dan akhirnya memilih mundur, padahal lompatan besar telah ada di depan matanya.

Transisi adalah selingan yang dinamis antar tahapan. Realitanya perubahan bersifat simultan dan ketiga fase itu akan tumpang tindih. Setumpuk teori sepertinya tidak cukup untuk menjawab setiap permasalahan yang mungkin timbul selama menjalani transisi. Namun perubahan adalah kepastian dan transisi adalah keniscayaan. Alur natural segala sesuatu setelah lahir adalah tumbuh berkembang, kemudian matang dan akhirnya mati. Agar tidak mati, siklus harus dilakukan dengan melakukan perubahan. Melakukan perubahan dan pembaruan atau tertinggal. Jalan pembaruan harus dipilih dengan menemukan kembali impian yang lebih tinggi, mendapatkan kembali semangat yang lebih membara dan melakukan pekerjaan dengan tantangan yang lebih besar. Persimpangan adalah realita yang mesti dihadapi, bukan masalah melainkan kesempatan untuk dapat meningkatkan kualitas diri dan membuat lompatan yang lebih tinggi.

“Tidak ada yang tidak berubah kecuali perubahan itu sendiri” (Heraklitos)

terinpirasi dari berbagai sumber tentang persimpangan.

Sebuah Renungan untuk Sahabat

Teman..
mendengar kata tersebut, apa yang kamu pikirkan?? apakah kamu mencoba mendeskripsikan arti dari kata teman??.
banyak yang mengaku dengan kata teman padamu.
beberapa diantaranya mungkin telah kamu anggap sahabat.

apa sih arti sahabat itu..???
aku pernah mendengar sebuah statement tentang arti kata  "sahabat",
"sahabat itu adalah orang yang pertama kali datang di saat semua orang di dunia pergi menghilang" dan statement lain mengatakan, "sahabat itu adalah orang yang selalu ada dan mau membantu kita, sahabat itu adalah orang yang mengerti kita apa adanya, rela berkorban dan ikut merasakan apa yang kita rasakan, tak pernah berkhianat" dan lain-lain.

Mari renungkan, apakah semua statement itu benar adanya? adakah seseorang yang dengan tulus melakukannya untukmu?
bukankah jawabannya adalah "tidak".
Bukankah tidak akan ada orang yang semacam itu, sahabat hanya sahabat bukan orang yang harus kita tuntut seperti pernyataan- pernyataan sebelumnya. karena mereka juga sama dengan kita karena mereka juga perlu orang-orang yang bernama sahabat. karena mereka juga punya masalah yang harus mereka dahulukan, di atas urusan kita.

Tahukah, saat kita terpuruk, kita merasa orang yang paling hancur, menderita, tak ada pijakan?.
kita hanya bisa menangis dan mencari sosok sahabat yang kita yakini masing masing. Namun tidakkah kita berpikir tentang mereka. Bukankah mereka yang kau katakan sahabat juga manusia yang mempunyai masalah yang membuat mereka juga merasakan masalah mereka berat. Sedangkan kita merasa masalah mereka bukan apa-apa jika dibandingkan dengan masalah - masalah yang kita hadapi? adilkah kita? ketika sahabatmu berfikir sebaliknya.

Dan mari kita renungi lagi, apa arti sahabat sebenarnya?
Perasaan ketidakadilan tersebut akan membawamu pada hipotesis bahwa mereka bukan sahabat yang kita inginkan?.

Dan mari sejenak renungi lagi apa arti sahabat.
Selagi mereka ada di hadapanmu mengapa tidak kalian katakan "Dia adalah sahabatku, ya sahabatku".
Manusia, karena kita adalah manusia yang di ciptakan dengan akal dan pikiran. karena kita adalah manusia yang diciptakan dalam keadaan keluh dan kesah, karena kita adalah manusia dengan keegoisan yang ada, walau dengan kadar yang berbeda.
Karena semuanya hanya makhluk Allah yang hidup karena hidup merupakan pilihan yang di berikan Allah.
Pilihan tersebut datang, dan kita menjadi penentu jalan mana yang kita pilih, dengan masing masing resiko yang dibawa oleh pilihan pilihan tersebut.

Ketika semuanya hancur itu adalah resiko, dan mengapa Allah masih membiarkan kehancuran itu datang?
karena agar kita belajar dari kesalahan yang ada, agar tidak terjatuh di lubang yang sama dan ketika kita berpikir, kita di berikan pilihan sadar atau tidak. Allah sayang pada umatNya, pada hambaNya, hanya Dia yang ada disaat kita butuh Dia. dan disaat semua orang pergi meninggalkan kita.
Ah ya kata-kata itu mudah di ucapkan namun sulit di lakukan, lalu bagaimana dengan sahabat?
"sahabat hanya sebuah kata yang memang artinya sangat dekat", dia yang pertama kali datang disaat semuanya pergi, dia yang mengerti kita, dia yang selalu menasihati kita.
Namun mereka juga manusia sama dengan kita punya perasaan seperti kita. mereka juga punya pilihan untuk hidupnya. dan semua nasihatnya hanya masukkan, namun pilihan tetap ada pada kita. Karena kita adalah kita, bukan dia atau mereka.