Minggu, 26 Desember 2010

Assumtions

Asumsi? Apa sebenarnya arti asumsi?
Banyak sekali pengertian asumsi yang beredar, dan mungkin hampir setiap blog yang saya kunjungi memberikan pengertian yang berbeda.

Mungkin benar asumsi merupakan awal dari pengetahuan, tidak sedikit para pakar pada ilmu di bidangnya mengawali sebuah teori pengetahuan dan sebuah penemuan dari asumsi-asumsi mereka.
Asumsi adalah suatu kesimpulan sementara atau perkiraan yang dijadikan landasan berfikir karena dianggap benar. Berbeda dengan hipotesis dimana perkiraan atau kesimpulan sementara tersebut berasal dari data-data yang telah dikumpulkan. Asumsi di simpulkan berdasarkan pengalaman, pemikiran atau logika individu.

http://gamereaver.files.wordpress.com/2007/11/assume1.jpg

Mungkin terkadang kita berada pada keadaan dimana kita mengambil keputusan pada saat informasi tidak lengkap, bahkan terjadi ketidak mengertian terhadap masalah yang di hadapi. Ketidakadaan informasi lengkap ini seringg kali kita tutupi dengan asumsi. Pada dasarnya asumsi tidak salah, namun asumsi seharusnya di jadikan titik awal pencarian data atas masalah yang di hadapi, kenyataannya kita sering menjadikan asumsi menjadikan hukum yang dipercaya benar, dan tak jarang menularkan asumsi kita pada orang lain.
mempengaruhi orang lain dengan asumsi, saya kira hal ini bukan bentuk kebebasan berpendapat yang dianut demokrasi. Dan asumsi bukan menjadi ajang pembenaran suatu opini, yang masih dipertanyakan kebenarannya.

Asumsi bukan berarti hipotesis ataupun ekspektasi. Asumsi hanya akan memberikan jarak antara kita dan masalah tersebut.
Asumsi mempunyai bobot yang berbeda dengan ekspektasi dan hipotesis bukan?

Senin, 20 Desember 2010

Siluet Jingga

Melihat siluet dengan semburat bayangan penuh kegamangan, andai aku dapat menyentuhnya dan meneduhkan semburat-semburat itu. Mendekatkan hati yang mulai menjauh dan terasa begitu bersebrangan.

Menatap langit dan menggenggam kotak yang telah lama tertutup rapat.
Ah ya.. aku hanya ingin mempersilakan membukanya perlahan dan merasakan siluet yang ku rindukan telah hadir, merangkulku dalam dunianya yang penuh dengan jingganya siluet mentari fajar nan hangat.

Berupaya meletakkan kunci kotak kacaku perlahan, berharap siluet itu merasakan maksudku dan membuka kotak kaca yang masih tertutup rapat. Aku menunggu.
Aku tahu kuncinya sudah tak lagi berfungsi dengan semestinya. ah ya.. semoga saja kau dapat membukanya dengan sabar.

Dan kau pun memaksakan diri untuk membukanya, memecahkan kotak itu menjadi serpihan serpihan bintang bertebaran, menjadi serpihan dan terombang ambing dalam gelombang hari. Kini kotak itu tak akan pernah terbuka lagi.
Namun Siluet itu akan tetap menjadi siluet yang membawa dunia hangat penuh jingga mentari fajar, walau tak ada lagi kotak kaca itu untuknya.

dan kini hanya berusaha tetap menapaki jejak di bumiku.

Sabtu, 18 Desember 2010

Relativitas dan Perspektif

Masih ingat dengan teori relativitas? sebuah teori yang di kemukakan oleh mbah Einstein dalam sebuah tulisannya pada tahun 1905 "tentang elektrodinamika bergerak".
Sebuah teori yang mengemukakan bahwa benda di katakan bergerak jika acuannya lembam. Ya seperti jika kita naik bus yang bergerak terhadap halte yang baru saja di lewati, namun kita tidak dapat dikatakan bergerak terhadap bus tersebut. Hal ini dikarenakan kita bergerak dengan acuan yang sama-sama melakukan gerak dengan kita.

ah ya.. saya tidak akan berlama-lama berbicara tentang teori relativitasnya mbah Einstein.
Tapi apakah kita sadar? sebenarnya teori tersebut berlaku dalam kehidupan kita. Sebagai contoh kecil yang sering saya dengar, misalkan kita sedang menunggu seseorang atau sesuatu selama satu jam, itu waktu yang sangat lama. namun apabila kita menghabiskan waktu satu jam tersebut dengan berjalan-jalan, waktu tersebut terasa sangat singkat sekali bukan?

Dan ternyata deperti itulah pikiran kita, dalam hal apapun kita selalu relativ terhadap memori yang telah terekam dengan baik di otak kita, semua akan relativ terhadap pemahaman dan pengalaman kita.
Maka tidak jarang bukan? jika kita merasa heran mengapa seorang teman hanya karena hal kecil (menurut kita), ia sudah menangis tersedu-sedu. Atau terkadang kita merasa orang yang paling terpuruk di dunia ini. Terlepas dari itu semua, kita harus percaya bahwa Allah tidak akan pernah memberikan cobaan diluar kemampuan hambaNya.

Pikiran kita yang selalu relativ terhadap pemahaman dan pengalaman kita membuat kita melakukan perubahan terhadap diri kita menuju sesuatu yang lebih baik (menurut kita).
Perubahan terjadi seiring pemahaman yang berkembang pula bukan? pemahaman yang berkembang tersebut berasal dari ke konstanan manusia terhadap pikiran dan pemahamannya. Dengan begitu sebenarnya kita sebagai manusia tidak pernah berubah, karena kita selalu konstan terhadap pikiran, pemahaman dan pengalaman kita.

Mari kita pikirkan sejenak.
Kita seharusnya absolut terhadap teori logika universal bukan? yang tak hanya mengedepankan pemikiran pribadi.
Lebih objektif terhadap semua yang berada di sekitar kita, terhadap perbedaan, terhadap perubahan yang secara tidak langsung mengajarkanmu adaptasi.

Teori Relativitas mengajarkan kita bahwa sesuatu selalu dapat di pandang dari perspektif yang berbeda-beda.

Jumat, 17 Desember 2010

Tulisan adalah Pengetahuan

Tidak banyak orang yang suka berbagi, lebih sedikit pula orang yang mampu eksis untuk senantiasa berbagi. Paling sedikit adalah berbagi hal yang abadi yaitu pengalaman. Namun lewat menulis, kita dapat melakukan itu semua. Percaya atau tidak menulis adalah bentuk berbagi yang paling luas.


Tulisan adalah penemuan yang paling mutakhir, karena tulisan adalah bentuk ekspresi yang paling bertahan lama sepanjang sejarah. Sejak zaman belum adanya alat tulis seperti kertas, terlebih lagi sebelum adanya gadget yang menunjang untuk menulis, manusia pada zaman itu tetap menulis dengan caranya.

Kemutakhirannya terletak pada kemampuannya yang dengan sendirinya ia dapat mengantarkan kita ke masa lampau, mengajak kita pada cerita yang memotifasi, membawa kita pada dunia yang belum pernah kita pijak ataupun dunia indah dari fiksi fiksi yang melambungkan angan, dan terlebih tulisan mengantarkan kita pada sejarah yang telah tertulis dan tak ternilai harganya.

Ah ya.. sejarah bukan hanya seperti apa yang kita pelajari sekolah, sejarah merupakan pengalaman. Dan pengalaman itu adalah guru yang paling berharga. Karena pengalaman tidak akan pernah membiarkanmu terjatuh di dalam lubang yang sama. Karena ia akan memaksamu trus belajar.

Tulisan adalah sebuah pengalaman yang di kemas dengan gaya penulisan yang beragam sesuai dengan karakter sang penulis. Materi yang disampaikan pun akan beragam sesuai dengan refleksi sang penulis, hingga kita dapat menemukan begitu banyak hal, sejarah, pengetahuan, dan pengalaman.

Dengan begitu semua bentuk tulisan adalah sebuah pengetahuan yang berharga bukan? so, kapan kita mulai menulis dan menorehkan sejarah, jika tidak di mulai dari sekarang.

Senin, 06 Desember 2010

Tepi Zaman, Hilir yang Terlupakan

Menapaki lagi jalan penuh jejak kakimu, tak akan menjadikan buih-buih kenangan itu membawamu kembali. Membawamu ke tepi zaman yang telah lama tertinggalkan. Bukankah tepi zaman itu berisi nyanyian nyanyian harapan? aku sudah lama tak menyapanya.
Huruf demi huruf ku ukirkan pada pasir basah tepi pantai. Berharap ombak menyampaikan semua ukiran yang mungkin dapat kau rangkai dengan warna warni refleksi kilau cahaya langit di permukaan laut yang mulai meninggi.

Masih ingatkah kau dengan warna horizon cakrawala? masih biru, namun dengan lantang kau menjawab hijau. Kehijauan pulau yang seharusnya ada di ujung horizon, katamu sambil memandang tegas laut lepas di hadapanmu. Sejuk angin hanya menyadarkanku horizon masih membiru.
Yang aku tahu aku percaya suatu saat tepi zaman kan bercerita tentang horizon cakrawala yang menghijau, dengan kehijauan pulaunya.

Merasakan sapuan buih mendingin, memandang karang menajam terkikis abrasi.
Pasir hitam menyurut mengikuti buih-buih yang menyurutkannya. Katamu, Pasir-pasir hitam itu hanya akan terus surut mengikuti buih membawanya, terendap, tinggal di kedalaman tanpa kembali. Namun aku masih berdiri percaya akan ada gelombang yang lebih besar yang akan membawa pasir-pasir hitam itu kembali. Sayang aku lupa, gelombang hanya tercipta di permukaan, dan gelombang kedalaman tak akan pernah membawa pasir-pasir itu kembali ketepian.

Dan tepi zaman kali ini hanya sebuah kotak kosong dengan pasir-pasir yang semakin menyurut, hanya hilir dari zaman yang sudah terlupakan.

Kamis, 02 Desember 2010

Kasta pada Masyarakat Modern

Masih ingat dengan kebudayaan hindu yang mengajarkan bahwa masyarakatnya menganut sistem kasta, dimana manusia hidup dengan mempunyai tingkatan-tingkatan yang melekat pada diri mereka sejak lahir, dan status tersebut akan di turunkan pada anak cucu mereka atau diwariskan. Kasta yang paling tinggi tingkatannya adalah kasta brahma dan yang paling rendah adalah sudra atau pariah, ah saya sudah lupa.

Pada kehidupan modern sekarang ini, mungkin sistem kasta yang dianut oleh masyarakat hindu sudah meluruh dan hanya beberapa kelompok masyarakat yang masih menganut sistem kasta tersebut, seperti di India dan di Bali.

Namun kenyataannya, sistem kasta tersebut tidak benar-benar meluruh dan hilang, namun beralih fungsi menjadi kasta modern dimana manusia di kotak-kotakkan, di kelompokkan berdasarkan kelompok-kelompok yang beredar di masyarakat. dan pada kenyataannya kelompok-kelompok tersebut hanya hidup dari dan untuk kelompoknya.


contoh kecilnya mungkin berada dikampus (read: lagi-lagi ngomongin kehidupan kampus). Tangan saya sedikit tergelitik untuk menulis hal ini, mengingat beberapa kelompok sangat mementingkan kelompoknya dalam hal apapun.

Saya jadi teringat beberapa kisah teman yang sempat mengalami kastaisme (read: pengkastaan dalam kampus). Seorang teman pernah mengupdate statusnya di salah satu jejaring sosial yang tengah banyak di gunakan oleh berbagai kalangan di negeri ini. Ia menceritakan kekecewaannya pada salah satu kelompok di kampusnya yang mementingkan kesejahteraan kelompoknya sendiri. Respon yang bersangkutan, "Memang salah bila kita memntingkan kelompok kita sendiri?".
dan seorang teman lagi menceritakan tentang kekecewaannya pada kasta-kasta di kampus tepatnya kasta pada angkatannya, yang notabene adalah temen-teman seperjuangannya. setiap kasta pasti mempunyai ciri khasnya sendiri, dan setiap kasta pasti mementingkan kelompoknya, dan rela menjegal temannya sendiri demi kelangsungan hidupnya. Penjegalan-penjegalan tersebut sangat terasa bagi orang-orang yang netral bukan, semua jalan akan terasa sulit kalau begini keadaannya.

Begitulah keadaan kasta modern di kampus, dan belum lagi di tingkat yang lebih tinggi, mungkin terlebih lagi dalam tingkat negara.
Tidak ada salahnya memang jika kita hidup berkelompok, karena pada dasarnya kita sebagai manusia senang hidup bersosial, serta tidak dapat dipungkiri, orang-orang yang mempunyai pemikiran yang sama akan berkumpul dalam satu wadah atau dalam satu organisasi. Tapi kita berkumpul dalam satu wadah bukan untuk menjatuhkan wadah yang lain bukan? dan bukan untuk menjegal jalan orang-orang yang sekiranya akan menghalangi jalan kita.

Tapi ingatlah semakin banyak wadah atau semakin banyak organisasi dalam satu sistem, akam menjadikan sistem tersebut berjalan lambat. Seperti kaki seribu yang berjalan lambat dengan seribu kaki di tubuhnya.

Antara Harapan, Ekspektasi dan Birokrasi

Siapa sih yang gak pernah merasakan kecewa, saya rasa semua manusia yang dengan kodratnya mempunyai perasaan pasti pernah merasakan kekecewaan. Kekecewaan bisa timbul dari masalah apa saja bukan? dari masalah birokrasi, kuliah, kerja, teman, atau apapun, yang dimana harapan kita terhadap mereka sangat besar, namun kenyataannya tidak sesuai dengan apa yang kita harapakan.

Kecewa adalah suatu sikap yang merupakan bagian manusia. Sikap kecewa akan timbul pada saat tujuan atau harapan yang kita inginkan tidak tercapai atau tidak sesuai dengan kenyataan.
Saya pernah mendengar tentang kalimat optimis tentang kekecewaan dan harapan, kalimat itu berbunyi, “Teruslah berharap dan jangan pernah lelah untuk kecewa”. Dan sebuah kalimat pesimis yang berlawanan dengan kalimat pertama, “Jangan  pernah berharap jika tidak ingin kecewa”. Dan kalimat manakah yang kamu setujui?.

“Pengharapan lebih sering kali di lakukan sebagai bentuk kepercayaan kita terhadap suatu lembaga ataupun individu yang dituju.”


Sebuah kalimat di atas mengingatkan saya dengan sepatah kata “birokrasi”. Sebuah kata yang sering kali menjadikan orang orang yang berhadapan dengannya harus merasakan kata kecewa.  Mungkin dapat di katakan untuk mengenal birokrasi seringkali di wajibkan untuk kecewa ataupun patah hati.

Mengapa harus kecewa dahulu baru kita dapat mengenal sebuah ungkapan birokrasi di lembaga tempat kita bernaung?
Mungkin ini hanya sebuah ungkapan kekecewaan pada sebuah lembaga tempat saya bernaung sekarang. Kejadian pagi ini dimana saya harus mengerjakan sebuah tulisan (read: tugas), dalam waktu beberapa jam, dimana ekspektasi saya setelah membaca tugas tersebut adalah tugas tersebut diberikan pada saat jam kuliah dan mengerjakannya selama kuliah berlangsung dan di kumpulkan pada saat kuliah berakhir. Dan ternyata tugas telah di berikan sehari sebelumnya yang dimana hanya beberapa orang yang sudah mendapatkan informasi tersebut. Informasi yang tidak menyebar tersebut sangat merugikan beberapa pihak.

Contoh lainnya ada disaat mahasiswa mengajukan surat permohonan apapun terlebih untuk surat permohonan ujian susulan (read: untuk keperluan individu mahasiswa). Hal ini menjadikan birokrasi sangat sulit, terlebih apabila ada kampus sedang mengadakanacara yang lebih di prioritaskan. Walhasil bisa saja surat izin atas permohonan tersebut dikeluarkan setelah berabad-abad kemudian (red:lebay) atau terlebih surat tersebut bisa saja tidak turun. Sebelumnya, dalam proses pengajuannya pun tidak mudah, kita harus siap siap menjadi ping pong apabila kita belum cukup info untuk mengajukan surat tersebut.

Ini lah salah satu contoh kecil birokrasi yang ada diindonesia, bagaimana birokrasi terhadap lembaga yang lebih besar ya??

Dan untuk mengurangi rasa kecewa (limit tidak merasakan kecewa), adalah dengan mengurangi pengharapan kita terhadap kepercayaan kita pada suatu lembaga ataupun individu, serta meningkatkan ekspektasi kita terhadap realitas.
Lalu bagaimana dengan anda??