Senin, 06 Desember 2010

Tepi Zaman, Hilir yang Terlupakan

Menapaki lagi jalan penuh jejak kakimu, tak akan menjadikan buih-buih kenangan itu membawamu kembali. Membawamu ke tepi zaman yang telah lama tertinggalkan. Bukankah tepi zaman itu berisi nyanyian nyanyian harapan? aku sudah lama tak menyapanya.
Huruf demi huruf ku ukirkan pada pasir basah tepi pantai. Berharap ombak menyampaikan semua ukiran yang mungkin dapat kau rangkai dengan warna warni refleksi kilau cahaya langit di permukaan laut yang mulai meninggi.

Masih ingatkah kau dengan warna horizon cakrawala? masih biru, namun dengan lantang kau menjawab hijau. Kehijauan pulau yang seharusnya ada di ujung horizon, katamu sambil memandang tegas laut lepas di hadapanmu. Sejuk angin hanya menyadarkanku horizon masih membiru.
Yang aku tahu aku percaya suatu saat tepi zaman kan bercerita tentang horizon cakrawala yang menghijau, dengan kehijauan pulaunya.

Merasakan sapuan buih mendingin, memandang karang menajam terkikis abrasi.
Pasir hitam menyurut mengikuti buih-buih yang menyurutkannya. Katamu, Pasir-pasir hitam itu hanya akan terus surut mengikuti buih membawanya, terendap, tinggal di kedalaman tanpa kembali. Namun aku masih berdiri percaya akan ada gelombang yang lebih besar yang akan membawa pasir-pasir hitam itu kembali. Sayang aku lupa, gelombang hanya tercipta di permukaan, dan gelombang kedalaman tak akan pernah membawa pasir-pasir itu kembali ketepian.

Dan tepi zaman kali ini hanya sebuah kotak kosong dengan pasir-pasir yang semakin menyurut, hanya hilir dari zaman yang sudah terlupakan.

2 komentar:

  1. lupakanlah tentang gelobang tapi percayakanlah pada angin tuk mrmbwa serta harapanmu, karna gelombang hanya sampai hilir sedangkan angin mengarah k sgala arah....

    artikle yg x niyh puitis bgt yah mnrt erv...hehehhee

    maybe bnyk istilah2 yg kurng d mngerti jd butuh konsentrasi tuk membcanya...but i like this...

    BalasHapus
  2. hehehe.. makasih...
    aku suka sama statement kamu.. ^_^

    BalasHapus