Sabtu, 13 November 2010

Alam Selalu Mengajarkan Sesuatu


“Belajar dari alam”. Apa salahnya kita sedikit peka dengan apa yang sudah disediakan oleh Allah di alam, dan menjadikannya sebuah pelajaran hidup untuk kita ke depannya. Alam selalu mengajarkan kita dengan semua tanda-tanda alam, keindahan, serta analogi analogi yang disediakannya, begitu juga dengan hal yang sama sekali tak mengasyikkan di dalamnya. So, apa yang kita tunggu, hanya menjadikannya habitat tempat kita tinggal, atau menjadikannya guru sekaligus menambahkannya kedalam list tanggung jawab yang wajib kita jaga.

Satu kalimat yang membuat saya sejenak berpikir dan mengantarkan beberapa paragraf berikut untuk saya tulis. Saat itu saya mendengar satu kalimat tersebut sekilas dari penjelasan pak Surono selaku Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) mengenai letusan gunung Merapi di Jogjakarta. Jika tidak salah beliau mengatakan “Empat tahun kemarin, Merapi telah memberikan kehidupan bagi warga di sekitarnya. Mungkin sekarang kita harus menyingkir sejenak, untuk memberikan waktu baginya untuk berErupsi.”


Sepenggal kalimat yang harusnya membuat kita berpikir sejenak tentang siklus kehidupan, yang konon katanya siklus kehidupan itu berjalan seperti roda, selalu berputar dengan adil atas kuasa Allah swt.

Mari sejenak kita flashback tentang Merapi sekitar empat atau tiga tahun lalu, pemandangan indah seperti permadani dengan kabut kabut putih khas Merapi. Air-air jernih yang mengalir pada sungai sungai yang berhulu di Merapi, dengan batuan batuan sungai cantik hasil erupsi Merapi.Tanah-tanah subur atas bentukan sedimentasi erupsi merapi atau pasir-pasir yang di tambang membawa jalan kehidupan sendiri bagi penduduk sekitar Merapi.

Subhanallah, Maha besar Allah dengan segala apa yang telah Ia ciptakan.

Sekarang, kita harus sedikit mengalah pada si cantik Gunung Merapi ini, waktu istirahat baginya dengan kurun waktu 2-3 tahun sekali untuk bererupsi kecil, dan 5-7 tahun sekali untuk erupsi besar, memberikan kita waktu untuk tinggal di kaki gunung cantik ini dengan nyaman, dan memberikan kita waktu untuk mensyukuri apa yang telah ditinggalkan dari erupsi erupsi yang pernah ada.
Kini, ia tengah bergejolak, tengah sakit dengan batuk batuk khas merapi, serta beberapa kali memuntahkan material erupsinya. Bukankah kurun waktu ia sakit lebih pendek daripada kurun waktu ia beristirahat? Sejenak kita menyingkir memberinya waktu, dan semoga Jogjakarta diberi kekuatan untuk mengalah sejenak pada Merapi. Amiin.

Lalu apa yang dapat kita petik, ketika kita membaca wacana diatas?
Ya, bukan hanya pelajara PolEkSosBud atau teknologi yang terus di perbaharui,agar apabila terjadi lagi kejadian seperti ini, tidak terlalu banyak memakan korban jiwa.

Pernahkah kita sedikit saja berpikir hal yang ringan, atau timbul pertanyaan apa hikmah yang dapat di ambil dari alam? Atau sebiah analogi dari alam’kah ini?
Mungkin alam tengah menyediakan analogi-analogi untuk kita pelajari dan kita terapkan pada kehidupan kita, sehingga kita dapat dengan bijak mengambil keputusan dari suatu masalah yang tengah kita hadapi, Ya “Belajar dari alam”. Seperti wacana di atas, sebuah keindahan tidak serta merta ada dan abadi berada di depan mata. Segala macam nikmat tidak selamanya dengan mudan kita dapatkan. Air laut tidak selamanya pasang, dengan periode tertentu ia akan kembali surut. Mungkin bisa dikatakan, tidak akan ada yang stagnan dan abadi di dunia ini.
Setelah ada kesulitan, pasti ada kemudahan. Setelah ada gelap, pasti ada terang. Setelah ada pendakian, ada sungai sungai yang mengalir di balik bukit. Setelah ada perjuangan ada nikmat yang menanti.

Keindahan bisa saja hancur seketika karena kuasaNya, karena sesuatu hal yang entah disadari atau tidak, karena kesalahan kita yang disengaja maupun tidak, Wallahualam.
Namun yang harus kita yakini adalah ketika keindahan sudah tak lagi indah, yakinlah tak selamanya sesuatu yang membuatnya tak lagi indah terus ada. Kita hanya harus sejenak menyingkir, mundur untuk mempersiapkan diri. Untuk terus belajar dari semua kata yang terucapkan, dari semua kisah yang diperdengarkan, dari semua cerita yang tertulis, dari semua sesuatu yang kita lihat. Mundur dan menyingkir sejenak mengelola strategi, dan segeralah kembali berperang.
Mundur, bukan berati kalah, namun mempersiapkan diri untuk menuju perjuangan baru yang tengah menanti di hadapan kita, dengan segala nikmat dan berkah yang menunggu di depan sana setelah perjuangan, nikmat dan berkah yang patut kita syukuri nantinya. Subhanallah.

Dan begitulah siklus yang terus berputar seperti Roda.

2 komentar:

  1. Mari menulis :D
    *commnent gak jelas

    BalasHapus
  2. what the meaning??
    huhu.. pantes orang yang coment aja gak jelas koq.. hahaha

    BalasHapus