Jumat, 12 November 2010

Sebuah Kisah Sebuah Cerita

Seorang perempuan bersandar di kursi taman tengah kota dimana setiap pojok terlihat. Setiap orang beraktifitas terpantau, setiap orang berbisik mendengar. Aku berjalan menunduk hormat padanya. Lalu dengan hati hati aku bertanya bolehkan saya duduk di sampingnya. Dengan ramah ia mempersilakan aku duduk di sampingnya. Saat itu aku hanya memainkan handphone karena menunggu teman disana.

Tiba-tiba ia berbicara. “kau lihat orang yang di sebelah timur sana?”
“ya aku lihat” jawabku  singkat.
“apa yang kau lihat?”
“seorang teman yang bercanda keterlaluan, iseng, hingga sang teman yang dijadikan objek merah padam dan tak tahu harus bagaimana. tapi sepertinya ia tak maksud jahat dan bercanda, ya sedikit keterlaluan”
ia diam dan aku memandangnya yang masih memandangi adegan tadi.

“lalu yang di sana?” ia menunjuk seseorang yang duduk sendirian, dan beberapa kali menghela nafas.
“sepertinya ia kesepian, ia memandangi beberapa orang lewat, tapi ia lebih sering memandangi orang yang bernasib sama dengannya, yaitu sendirian, atau orang yang asik dengan dunia yang ia mengerti saja.” jawabku.


“menurutmu mana yang kesepian?” tanyanya. Aku terdiam karena pertanyaan itu aneh. bukankah sudah jelas jawabannya?
belum lama aku memandangnya bingung, ia menjawab sendiri pertanyaannya.
“kau tahu, justru orang yang terlihat bercanda yang berlebihan lah yang mempunyai rasa sepi yang lebih tinggi, kau tahu justru merekalah yang mempunyai masalah yang lebih besar daripada orang yang sendirian dan menghela nafasnya beberapa kali.”

“….”
“kau tahu orang-orang yang bercanda berlebihan, hanya untuk menutupi masalahnya, hanya ingin keramaian membunuh sepinya. hanya ingin orang lain tersenyum karenanya, ceria karena dia, karena dia tak ingin melihat yang lain kelabu. dan tahukah kamu, justru yang sedang sendirian disana adalah orang yang sedang butuh ruang privasi, hidupnya terlalu berwarna, sehingga ia merasakan hal yang monoton. dan mengapa ia memandangi orang-orang yang sendirian? bukan karena ia ingin mencari teman, tapi karen ia iri, iri akan dunia yang mereka miliki sendiri.”
lalu perempuan tersebut tersenyum kearahku dengan manisnya.
aku menatapnya kagum

lalu bibir mungil itu melontarkan pertanyaannya lagi. “kamu lihat orang-orang yang berjalan beramai-ramai disana??"
“apa yang kamu tangkap dari mereka?” lanjutnya.
“hummm..mereka kompak dan sepertinya teman-teman dekat yang sedang berkumpul.”
ia kembali tersenyum menanggapi opiniku.
“sebenarnya mereka adalah orang-orang yang di pikirannya hanya ada kata aku, dan kami. mereka berjalan bukan karena dia, kamu, kita atau mereka.”
“maksudnya??” aku masih bingung dengan pernyataannya.
“seharusnya semua orang bisa berjalan dan berfikir tentang dia, kamu, kita atau mereka. bukan hanya kata aku dan kami di dalamnya.”
aku mengangguk paham.

“apakah kamu berjalan karena dia, kamu, kita dan mereka?” tanyaku.
“ya.” jawabnya singkat.
“Lalu mengapa kamu sendiri disini?” tanyaku sambil memandang matanya.
“karena dia, kamu, kita dan mereka berjalan karena di kepalanya hanya ada kata aku dan kami.”

1 komentar:

  1. apakah kamu masih suka berpikiran tentang "aku dan kami"???

    BalasHapus